Prof. Ir. Joniarto Parung, M.M.B.A.T., Ph.D., Guru Besar bidang Supply Chain Teknik Industri Universitas Surabaya (Ubaya), Jumat (26/6/2020) membedah bagaimana strategi sektor manufaktur pasca pandemi Covid-19, dalam diskusi daring.
Diskusi daring dengan tema Managing Supply Chain Disruptions In The New Era Of Reality, digagas dan didukung sepenuhnya oleh Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Jawa Timur. Prof. Joniarto Parung, yang juga menjabat Dewan Pakar Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) menyampaikan topik bahasan Analysis and Prediction Of Manufacturing Strategies In A New Era Of Reality.
Jika pandemi Covid-19 telah menyebabkan adanya supply shocks dan demand shocks yang terjadi pada bidang manufaktur, disisi lain ternyata pandemi ini juga membawa banyak perubahan serta mempercepat tren konsumen.
Mulai dari adanya pembelajaran online, bekerja dari rumah, layanan streaming, komunikasi video, menjual barang-barang konsumen secara online, dan pengiriman layanan atau jasa ke rumah. “Di masa depan kita akan terbiasa menghadapi gangguan terus-menerus. Hal tersebut akan melekat pada kehidupan sehari-hari kita di tahun-tahun mendatang dan itu disebut realitas baru,” terang Joniarto Rektor Ubaya periode 2011-2019 ini.
Sebelum membahas strategi manufaktur dalam menghadapi era realitas baru, Prof. Joniarto Parung menyampaikan penjelasan terkait past reality pada manufaktur yang terjadi sebelum pandemi.
Ada empat hal menjadi poin penting yaitu strategy, transformation, investment, dan industri revolution 4.0. Jika membahas strategi pada sektor manufaktur maka reshoring serta masalah pabrik telah direncanakan dan dibahas sejak lama. Sedangkan mengenai tranformation mengacu pada transformasi digital yang telah ada di dalam pabrik dan seluruh ekosistem manufaktur.
Selanjutnya, perusahaan memandang investment dalam fasilitas, teknologi dan departemen Research and Development (R&D) sebagai sarana utama dalam meningkatkan kemampuan manufaktur. Sedangkan revolusi industri 4.0, Internet of Things (IoT), dan smart factory mulai berjalan namun adopsi terkait transformasi digital cenderung belum merata dan lambat dalam pembuatannya.
“Kita juga harus melihat strategi manufaktur sebelum, sesudah, dan setelah pandemi. Terdapat strategi yang dapat dilakukan untuk memulihkan kondisi manufaktur melalui short, medium, dan long-term strategies,” ungkap Joni sapaan Joniarto.
Pada short-term strategies selama dan setelah pandemi maka manufaktur dapat mendukung perusahaan untuk bertahan hidup dengan atau tanpa dukungan atau perlindungan pemerintah.
Pertama, mengganti jalur produksi dengan memproduksi critical product atau high demand. Kedua, produsen mencari cara untuk memastikan kontinuitas produksi dengan cepat dan memperkenalkan fleksibilitas. Ketiga, manufaktur tetap mengharuskan orang berada di lokasi dengan jumlah terbatas seperti operator dan staf pemeliharaan mesin.
Disamping itu, vendor dan kontraktor eksternal juga memerlukan akses situs untuk menyediakan layanan dan membantu mendukung sebagian besar operasi perusahaan. Keempat, manufaktur disarankan berkolaborasi dengan lebih banyak penjual secara daring untuk memenuhi online demand.
Kelima, beberapa perusahaan yang memproduksi barang seperti personal care, kertas, dan obat-obatan harus berjuang untuk memenuhi permintaan akibat panic buying. Sedangkan yang lain mengalami penurunan permintaan sehingga terjadi tekanan ekstrem untuk memangkas biaya operasional.
Pada medium dan long-term strategies mengarah pada dukungan dan kolaborasi dari pemerintah. Pemerintah harus segera menyiapkan rencana insentif untuk memulihkan sektor manufaktur yang dianggap penting untuk ketahanann dan keberlajutan nasional.
Joni menyebutkan bahwa pemerintah di berbagai negara hampir pasti menggunakan manufaktur dalam negeri sebagai bagian dari rencana mereka untuk membangun ketahanan strategis setelah situasi krisis saat ini. Otomasi akan menjadi kunci sebagai upaya menghidupkan kembali manufaktur dalam negeri terutama di negara maju.
“Off-shoring yang sebelumnya didorong oleh biaya tenaga kerja dan biaya transportasi yang rendah sekarang kurang relevan. Perkembangan otomatisasi dan robotika telah secara drastis meningkatkan produktivitas dalam beberapa proses pembuatan,” sambung Joni.
Adanya strategi manufaktur, lanjut Joni maka akan mempercepat reshoring (accelerate reshoring), meningkatkan aplikasi additive manufacturing sekaligus speed atau micro factory. “Indonesia harus terus berjuang untuk menarik investor asing sehingga dapat menjadi tempat utama relokasi sebagai bagian dari reshoring,” tegas Joni.
Selain Prof. Joniarto Parung, hadir pula tiga narasumber lain sebagai pembicara dalam webinar mengupas strategi manufaktur pasca pandemi Covid-19 tersebut, yaitu: Dr. Nofrisel, S.E., M.M. selaku CEO PT. Dewata Freight International, Tbk sekaligus Ketua Dewan Pakar ALI, Johnny Jiang selaku Vice Director Op. & SC Excellence Institute in Liverpool University sekaligus Senior Director in FTI Consulting, dan Forrest Zhang selaku General Manager of ASSA ABLOY Crawford Door (Kunshan) Co., Ltd.(tok/ipg)