Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menegaskan, kerja sama dengan Netflix berupa penayangan film dokumenter, sama sekali tidak menggunakan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Hilmar Farid Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbud mengatakan, kesepakatan kerja sama antara Kemendikbud dan Netflix sudah melalui proses diskusi yang panjang.
Sekarang, sudah ada 14 program film dokumenter buatan Netflix yang ditayangkan di TVRI selama tiga bulan, atas kerja sama dengan Kemendikbud untuk program belajar dari rumah (BDR).
Hilmar pun menepis tudingan adanya motif bisnis dalam kerja sama itu. Karena, kerja sama Kemendibud dengan Netflix tidak mengeluarkan dana negara sepeser pun.
“Kalau lihat hak siarannya, nilainya jutaan Dollar AS dan seluruhnya ditanggung Netflix. Jadi, kerja sama itu sama sekali tidak menggunakan APBN,” ujarnya dalam rapat kerja dengan Komisi X DPR RI, di Jakarta, Senin (22/6/2020).
Lebih lanjut, Hilmar mengatakan, Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Ketua Lembaga Sensor Film, TVRI, dan Kemendikbud terlibat dalam kurasi setiap konten yang akan tayang untuk Program Belajar dari Rumah (BDR), termasuk konten Netflix.
Menurutnya, kerja sama dengan Netflix sudah dimulai sejak Januari 2020, khususnya terkait peningkatan kapasitas seperti penulisan naskah dan produksi film di rumah-rumah produksi. Pada saat pandemi Covid-19, ada pembicaraan lagi dengan Netflix terkait izin menggunakan sejumlah film dokumenter di Program BDR.
“Setelah diskusi cukup panjang, akhirnya disepakati 14 judul film dokumentar Netflix yang setara 12 jam tayang untuk tiga bulan Program BDR,” jelasnya.
Hilmar membantah Program BDR didominasi konten luar karena ada kerja sama dengan Netflix. Dia bilang, dari 311 jam konten BDR yang sudah tayang di TVRI, konten luar negeri kurang dari 1 persen.
“Produksi di Program BDR paling banyak dari unit-unit Kemendikbud sendiri,” pungkasnya.
Sekadar informasi, kerja sama Kemendibud dengan Netflix mendapat kritik dari Ali Zamroni Anggota Komisi X DPR RI.
Politisi Partai Gerindra itu antara lain mempertanyakan legalitas Netflix di Indonesia, dan kewajiban Netflix membayar pajak. Anggota DPR RI dari dapil Banten 1 tersebut menduga Kemendikbud belum melakukan kajian secara komperhensif terkait kerja sama dengan Netflix. Bahkan, Ali menuding kerja sama itu bermotif kepentingan bisnis yang berujung pada komersialisasi pendidikan. (rid/bas/ipg)