Usaha masker buatan warga yang difabel asal Kota Kediri, Jawa Timur, laris dipesan pembeli dari berbagai daerah di Indonesia.
Maskurun Yuyun (47), seorang tunarungu asal Kota Kediri mengaku dirinya sangat serius belajar menjahit hingga mendirikan lembaga latihan menjahit. Ia juga bisa memberi pekerjaan kepada sesama difabel. Pada saat pandemik melanda, UMKM-nya tak surut pesanan.
“Saya buat masker transparan untuk para tunarungu. Alhamdulillah, pesanannya lebih dari 2.000 masker kami kerjakan,” ujar Yuyun di Kediri seperti dilansir Antara, Selasa (16/6/2020).
Bukan hanya masker transparan, Yuyun juga membuat aneka masker baik yang dewasa dan anak-anak untuk orang umum. Diferensiasi produk saat pesanan busana yang menjadi usaha utama dengan merek Abidah Collection ini terhenti ketika pandemi.
Harga untuk masker antara Rp7.000 hingga Rp15.000 per lembar tergantung desain. Untuk masker plastik, perlu ketelitian untuk menjahit sehingga dihargai Rp15.000 per masker.
Yuyun juga sudah mengirim pesanan ke beberapa kota di Jawa Timur hingga Jakarta. Masker buatannya banyak disukai, karena jahitan yang rapi dan nyaman dipakai. Masker transparan dari bahan plastik khusus sehingga bisa dimanfaatkan untuk komunikasi para difabel terutama yang tunarungu.
Yuyun menjahit sudah sekitar 20 tahun. Ia mengalami tunarungu bukan dari lahir. Pada usia tiga tahun, dirinya mengalami kecelakaan parah yang menyebabkan luka di kaki dan syaraf hingga hilang pendengaran. Dalam perjalanannya, Yuyun sekolah di sekolah reguler hingga SMK Negeri Kediri. Dan, setelah dari sekolah tersebut ia lalu menekuni menjahit dan belajar khusus di sekolah menjahit di Surabaya.
Awalnya Yuyun bekerja di tempat lain, sebuah industri konveksi sehingga turut membangun pengalamanannya. Namun, industri tersebut tutup. Ketika hendak bekerja di tempat lain, bagi difabel tidak mudah. Akhirnya ia belajar mandiri, membuat label sendiri dan juga membuka kursus menjahit untuk umum.
Sekitar tahun 2007, Abidah Collection dirintis dengan usaha kursus dan melayani pesanan. Bukan memproduksi busana sebab tidak mudah bila menjual retail.
“Saya mendirikan kursus biar para difabel bisa belajar. Tidak semua tempat kursus mau menerima difabel. Maka di sini saya buat metode pengajaran untuk semua,” tutur Yuyun.
Muridnya pun beragam, mulai difabel hingga masyarakat umum. Dari lembaga latihan tersebut, beberapa difabel sudah mampu membuat usaha sendiri.
“Anggota kami juga beberapa kali diundang pemkot untuk pelatihan UMKM. Sangat membantu,” kata Yuyun yang juga Ketua Gerkatin (Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia) Kediri tersebut.
Yuyun berharap, Pemkot Kediri juga semakin banyak melibatkan para difabel untuk pelatihan sebab untuk bidang tertentu mereka sangat mampu dan sama dengan orang pada umumnya. (ant/ipg)