Pengasuh pondok pesantren (Ponpes) di Jawa Timur masih menunggu keputusan Kementerian Agama (Kemenag) dalam aturan protokol kesehatan yang harus diterapkan saat pembukaan kembali pondok pesantren.
“Tentu seperti yang kita sampaikan semua ada pentahapannya, tentu pentahapan itu untuk memastikan kesiapan pembukaan. Ini kita harapkan dalam waktu dekat ada guideline dari Kemenag jadi bagian dari SKB yang diumumkan,” kata Ahmad Zayadi Kakanwil Kemenag Jatim kepada Radio Suara Surabaya, Rabu (17/6/2020).
Menurutnya, sistem pembelajaran di pesantren berbeda dengan sekolah umum biasanya. Corak khas inilah yang membuat sistem pembelajaran daring tidak bisa seluruhnya diterapkan karena pesantren membutuhkan sistem belajar keteladanan.
“Pesantren tidak bisa hanya belajar tentang ilmu, tapi perlu model, keteladanan dan rujukan. Maka tradisi belajar di pesantren harus bertemu langsung dan tatap muka,” lanjutnya. “Beberapa pengajian virtual kitab kuning sudah dimulai, tapi ada jenis kemampuan lain yang harus dicontohkan oleh kyai,” tambah Zayadi.
Ia mengatakan, saat ini terdapat 4.718 lebih pondok pesantren di Jawa Timur dengan 928.363 santri dengan sebagian besar terafiliasi dengan ormas keagamaan Nahdlatul Ulama. Maka dari itu, beberapa waktu yang lalu, PWNU Jatim mengeluarkan maklumat tentang pembukaan kembali pesantren.
Ia mengatakan, ada dua hal penting dari maklumat PWNU, salah satu diantaranya kewenangan pembukaan kembali pesantren diserahkan kepada ashabuil maahin atau otoritas pengasuh pondok pesantren yang bersangkutan. Ini dikarenakan pondok pesantren adalah lembaga pendidikan sekaligus lembaga kaderisasi ulama yang murni didirikan oleh masyarakat, bukan pemerintah.
Namun, meski otoritas sepenuhnya diserahkan kepada pengasuh pondok pesantren, namun PWNU Jatim tetap merekomendasikan agar pesantren menjalankan protokol kesehatan dengan berkoordinasi dengan Satgas Covid-19 NU di masing-masing jajaran.
PWNU Jatim juga mengimbau kepada pemerintah daerah untuk melakukan pendampingan dan atau fasilitasi kepada pesantren dengan berkoordinasi dengan satgas Covid-19 NU di masing-masing jajaran.
Ini selaras dengan apa yang pernah disampaikan Khofifah Indar Parawansa Gubernur Jatim beberapa waktu lalu, yang menyatakan siap memberikan fasilitasi bagi pondok pesantren untuk kembali belajar dan melakukan aktivitas dalam koridor new normal.
Seperti protokol kesehatan sebelum berangkat ke pondok, santri diminta untuk melakukan isolasi mandiri dan memastikan bahwa mereka sehat. Begitu masuk ke pesantren, maka mereka harus mematuhi protokol kesehatan seperti tidak bersalaman dengan pengasuh, jaga jarak selama belajar dan tidur, mencuci tangan, menyiapkan hand sanitizer dan mengonsumsi vitamin.
Begitu juga dengan tidak makan dalam satu wadah bersama, menggunakan kasur dan pakaian milik masing-masing dan tidak keluar asrama. Rekomendasi itu mencangkup aturan menjenguk wali santri ke pesantren.
“Wali santri juga tidak diizinkan menjenguk, ini jadi protokol yang dipatuhi masing-masing. Tentu dengan sejumlah program seperti Pesantren Tangguh, dan dilakukan mitigasi pesantren memperhatikan protokol kesehatan,” jelasnya.
Ia berharap, kedepan ada langkah-langkah antisipasi lebih awal dalam bentuk prosedur tetap yang baku sebelum ada kebijakan pembukaan pondok pesantren dikeluarkan.(tin/ipg)