Irvan Widyanto Wakil Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Surabaya mengatakan, Peraturan Wali Kota (Perwali) Surabaya nomor 28 tahun 2020 tentang Pedoman Tatanan Normal Baru pada kondisi pandemi Covid-19 lebih memberikan kepercayaan kepada warga untuk disiplin protokol kesehatan.
“Jadi, Ibu Wali Kota itu tidak ingin menekan warganya, beliau ingin merangkul warganya supaya sadar, sehingga masyarakat bisa secara sadar pula menerapkan protokol kesehatan demi memerangi pandemi ini,” kata Irvan di kantornya, Selasa (16/6/2020).
Menurut Irvan, di situasi saat ini sangat sulit bagi semuanya, sehingga Wali Kota Risma tidak ingin membebani warganya dengan pengenaan denda-denda itu. Makanya, dalam Perwali itu tidak ada sanksi berupa denda-denda, karena memang yang dibutuhkan saat ini adalah kesadaran masyarakat dan masyarakat perlu dirangkul untuk menertibkan masyarakat yang lain.
“Sekali lagi, filosofi dari Perwali itu adalah Ibu Wali Kota menaruh kepercayaan kepada masyarakat. Dengan begitu, kesadaran masyarakat akan tumbuh. Nah, ketika kesadaran itu tumbuh, maka itulah arti mitigasi yang sebenarnya. Jadi, saat ini masyarakat tidak butuh ditekan-tekan lagi oleh aparat dan sebagainya, tapi yang dibutuhkan sekarang ini adalah masyarakat dirangkul untuk mengatur masyarakat yang lain,” tegasnya.
Kata Irvan, dari awal hingga saat ini Wali Kota Risma terus mengajak semua elemen masyarakat untuk bersama-sama menghadapi pandemi Covid-19 ini. Bahkan, apabila ada yang melanggar protokol kesehatan, diharapkan masyarakat saling mengingatkan.
Irvan pun menjelaskan regulasi pengenaan sanksi tersebut. Ia menjelaskan bahwa sanksi itu dimulai dengan teguran lisan, kemudian ada paksaan pemerintah berupa menghentikan kegiatannya.
“Nah, jika masih ngotot dan masih tetap buka, maka bisa kita usulkan kepada OPD (Organisasi Perangkat Daerah) terkait untuk merekomkan pencabutan izin usaha. Ketika OPD itu melakukan pencabutan izin usaha, maka OPD itu bisa mengirimkan surat Bantip (bantuan penertiban) kepada Satpol PP untuk dilakukan penutupan,” katanya.
Irvan juga memastikan, dengan tidak diperpanjangnya PSBB itu, Wali Kota Risma terus berkomitmen untuk menerapkan protokol kesehatan dengan ketat. Apalagi, Wali Kota Risma selalu menyampaikan bahwa tidak ingin ada warganya yang mati kelaparan, dan di sisi yang lain tidak ingin ada warga yang ketularan Covid-19. “Nah, semua itu diwujudkan dalam Perwali ini, protokol kesehatannya didetailkan,” tegasnya.
Sementara itu, Estiningtyas Nugraheni Pembina Pengurus Daerah Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia (Persakmi) Jawa Timur yang sekaligus Ketua IKA FKM UNAIR mengapresiasi berbagai langkah yang telah dilakukan oleh jajaran Pemkot Surabaya atau gugus tugas Surabaya. Salah satunya dalam penerapan sanksi yang diatur dalam Perwali.
Menurutnya, sanksi yang diberlakukan oleh Pemkot Surabaya lebih konstruktif, karena yang dikedepankan adalah peningkatan pengetahuan dan pemahaman, dengan mengumpulkan seluruh sektor yang terkait untuk sama-sama memahami Perwali ini bakal seperti apa. Bukan menitikberatkan pada hal-hal yang sifatnya mengikat secara material. Sebab, hal-hal yang sifatnya material itu hanya sementara.
“Pada umumnya, mereka mentaati sanksi itu karena takut. Sedangkan jika mereka dibuat mengerti dan memahami serta sadar, maka akan ada hubungan secara psikologis bahwa dia akan mendukung langkah itu, sehingga efek jeranya akan lebih permanen,” kata dia.
Oleh karena itu, ia menilai sanksi yang diberlakukan oleh Pemkot Surabaya dengan meniadakan denda-denda itu akan lebih efektif dan permanen dibanding pemberlakuan denda-denda. Sebab, itu berlandaskan kesadaran dari masing-masing individu warga. “Menurut saya, Surabaya secara struktur kemasyarakatannya cukup siap melakukan ini, karena bisa digerakkan hatinya. Bu Wali saya yakin sangat paham soal ini, dan beliau sangat bisa menghandle warganya,” ujarnya. (bid/ipg)