Sabtu, 23 November 2024

KPK Menahan Budi Santoso Mantan Dirut PT Dirgantara Indonesia

Laporan oleh Ika Suryani Syarief
Bagikan
Budi Santoso mantan Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia (Persero) (PTDI) (kiri) berjalan keluar usai ditetapkan sebagai tersangka di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (12/6/2020). KPK menahan Budi Santoso dalam kasus dugaan korupsi kegiatan penjualan dan pemasaran pesawat PTDI pada tahun 2007-2017. Foto : Antara

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan dua tersangka kasus korupsi kegiatan penjualan dan pemasaran di PT Dirgantara Indonesia (PTDI) periode 2007-2017.

Dua tersangka, yakni mantan Direktur Utama PTDI Budi Santoso (BS) dan mantan Asisten Direktur Bidang Bisnis Pemerintah PTDI Irzal Rinaldi Zailani (IRZ).

“Pada hari ini, setelah dilakukan pemeriksaan kepada kedua tersangka, penyidik melakukan penahanan untuk 20 hari pertama terhitung sejak 12 Juni 2020 sampai 1 Juli 2020,” kata Ketua KPK Firli Bahuri saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat.

Tersangka Budi ditahan di Rutan Cabang KPK di Pomdam Jaya Guntur dan tersangka Irzal di Rutan Cabang KPK di Gedung Merah Putih KPK.

Diketahui pada awal 2008, tersangka Budi dan tersangka Irzal bersama-sama dengan para pihak lain melakukan kegiatan pemasaran penjualan di bidang bisnis di PTDI.

Dalam setiap kegiatan, Firli mengungkapkan tersangka Budi sebagai direktur utama dan dibantu oleh para pihak bekerja sama dengan mitra atau agen untuk memenuhi beberapa kebutuhan terkait dengan operasional PTDI.

“Proses mendapatkan dana itu dilakukan dengan pengerjaan yang sebagaimana saya sampaikan penjualan dan pemasaran secara fiktif. Ada beberapa pihak yang ikut di dalam proses tersebut dan tentu ini akan kami kembangkan,” ungkap Firli seperti dilaporkan Antara.

Firli menjelaskan bahwa pada 2008 dibuat kontrak kemitraan/agen antara PTDI yang ditandatangani oleh Direktur Aircraft Integration, Direktur PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha.

“Atas kontrak kerja sama mitra/agen tersebut, seluruh mitra/agen tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera dalam surat perjanjian kerja sama. Itu lah kami menyimpulkan bahwa telah terjadi pekerjaan fiktif,” ungkapnya.

Selanjutnya pada 2011, kata dia, PTDI baru mulai membayar nilai kontrak tersebut kepada perusahaan mitra/agen setelah menerima pembayaran dari pihak pemberi pekerjaan.

“Selama 2011 sampai 2018, jumlah pembayaran yang telah dilakukan oleh PT Dirgantara Indonesia kepada enam perusahaan mitra/agen tersebut yang nilainya kurang lebih kalau kami jumlahkan Rp330 miliar terdiri dari pembayaran Rp205,3 miliar dan 8,65 dolar AS juta kalau disetarakan dengan Rp14.500 per dolar AS maka nilainya Rp125 miliar,” tuturnya.

Oleh karena itu, kerugian negara yang ditimbulkan dalam kasus tersebut sebesar Rp330 miliar.(ant/iss/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
31o
Kurs