Minggu, 24 November 2024

Mendikbud: Guru Harus Bisa Menjaga dan Merawat Kewibawaan di Depan Siswa

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Muhadjir Effendy Mendikbud di acara Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan (RNPK) di Pusdiklat pegawai Kemendikbud, Jalan Raya Ciputat, Parung, Depok, Jawa Barat, Rabu (13/2/2019). Foto: Faiz suarasurabaya.net

Muhadjir Effendy Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengingatkan perlunya seorang guru harus bisa menjaga dan merawat kewibawaannya di depan siswanya.

Pernyataan Mendikbud ini disampaikan saat penutupan acara Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan (RNPK) di Pusdiklat pegawai Kemendikbud, Jalan Raya Ciputat, Parung, Depok, Jawa Barat, Rabu (13/2/2019).

Sebelumnya ada peristiwa seorang murid sebuah SMP di Gresik Jawa Timur yang menantang gurunya sendiri.

Mendikbud secara eksplisit tidak menanggapi kasus di Gresik ini, tetapi dia menganggap para peserta RNPK memahami apa yang dia sampaikan.

“Bapak-bapak dan ibu-ibu tahulah yang saya maksud. Saya sampai di bully habis-habisan di medsos setelah memberi tanggapan,”kata Mendikbud.

Muhadjir mengharapkan guru harus bisa meyakinkan siswanya ketika menghadapi ujian, bukan justru ikut berteriak-teriak protes membela siswanya.

“Jangan malah dibela anak protes ujian nasional sulit, gurunya ikut teriak-teriak. Ini guru yang tidak baik menurut saya. Guru yang baik adalah guru yang meyakinkan siswanya bahwa kamu mampu, kamu mampu,” tegasnya.

Mendikbud minta kepada semua kepala dinas agar mengundang para guru dan menekankan perlunya menjaga kewibawaan di depan siswanya.

“Kemudian pesan saya ke semua Pemangku pendidikan terutama kepala kepala dinas pendidikan di kabupaten / kota maupun provinsi, mohon setelah ini guru-guru ditekankan diundang pentingnya menjaga kewibawaan,” kata dia.

Muhadjir meyakini guru profesional setelah kuliah bertahun-tahun itu pasti sudah mengetahui bagaimana menjaga dan merawat kewibawaan terutama di hadapan para siswa

“Jangan sampai karena dia gagal menjaga kewibawaan terutama di depan siswa maka harkat dan martabatnya luruh. Kalau seorang guru tidak bisa menjaga kewibawaan ya pasti tidak mungkin dia bisa menjadi tauladan dan tidak bisa menjadi panutan. Teladan itu artinya tempat siswa berkaca, meniru, melakukan proses imitasi,” tegasnya.

Kalau sudah tidak dibawa, kata Muhadjir, tidak mungkin muridnya ‘manut’ (menurut), bahkan bisa melawan dan melecehkan.

“Ini yang penting dan memang ini soal dilema ya terutama berhadapan dengan siswa-siswa yang mungkin punya perilaku khusus,” ujar Muhadjir.‎

Menurut Muhadjir, tujuan guru profesional itu mengatasi anak anak yang mengalami perilaku khusus, karena sebagai seorang Pendidik itu bukan seorang polisi maupun hakim yang lebih mengedepankan sanksi. Tetapi otak Pendidik harus berpikir bagaimana supaya siswa benar-benar menemukan jati dirinya dengan baik.

“Karena tugas pendidikan itu bukan menghukum. Kalau seandainya menghukumpun dalam rangka mendidik, jangan sampai kemudian perspektifnya perspektif Hakim atau Polisi,” kata dia.

Menurut Mendikbud, seorang Pendidik harus melihat bagaimana pun juga siswa adalah seorang harus dipulihkan keadaannya menjadi manusia yang wajar. Karena siapa tahu justru mereka yang mempunya karakter-karakter khusus yang ketika dia menemukan keistimewaannya dia akan menjadi anak yang paling hebat.

“Kan kalo di dalam cerita Sunan Kalijaga dia dulu kan berandal berandal Lokajaya perampok tapi setelah itu tobat didik betul oleh seorang yang pandai dan bisa tahu persis bagaimana membentuk Sunan Kalijaga kemudian menjadi Sunan jadi wali. Tapi ini saya tidak bermaksud Apologis untuk mencari pembenaran ya,” jelasnya.

“Tapi kalo anak nakal tugas kita adalah bagaimana mengarahkan dia menjadi anak yang betul betul menemukan jati dirinya,” pungkas Muhadjir.(faz/dwi/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Minggu, 24 November 2024
27o
Kurs