Minggu, 24 November 2024

Jelang Debat Capres Seri Kedua, Komnas HAM Sampaikan Sejumlah Rekomendasi

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Hairansyah Wakil Ketua Komnas HAM. Foto: Panjimas

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memandang tema yang akan didebatkan dalam debat calon presiden seri kedua yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU), sangat erat kaitannya dengan persoalan hak asasi manusia.

Acara debat antarcapres dengan tema energi, pangan, sumber daya alam dan lingkungan hidup, serta infrastruktur, rencananya dihelat di Hotel Sultan, Jl Gatot Subroto, Jakarta Pusat, Minggu (17/2/2019) malam.

Hairansyah Wakil Ketua Komnas HAM mengungkapkan, masih ada sejumlah persoalan yang perlu dibahas dalam debat. Contohnya, masalah pangan di mana berdasarkan data, ketimpangan kepemilikan lahan pada 2013 mencapai 0,68 persen.

“Angka itu artinya cuma 1 persen rakyat Indonesia yang menguasai 68 persen sumber daya lahan. Masalah lain adalah sempitnya lahan yang dikuasai atau diolah petani,” ujarnya melalui pesan singkat yang diterima suarasurabaya.net, Jumat (15/2/2019).

Kepemilikan lahan yang rata-rata di bawah 0,5 hektare (ha), dinilai tidak akan mengangkat petani gurem dari garis kemiskinan. Sebuah data menunjukkan bahwa 56,5 persen dari 25,4 juta keluarga petani adalah petani gurem, petani yang memiliki lahan kurang dari 0,5 ha.

“Ketimpangan itulah yang sejatinya menjadi akar permasalahan pertanian yang mempengaruhi persoalan ketahanan pangan,” imbuhnya.

Terkait isu energi, persoalan pokoknya menurut Komnas HAM, yaitu pencabutan subsidi kepada masyarakat dengan dalih efisiensi untuk pembangunan dan ketidaktepatan sasaran.

Dampak dari situasi itu adalah perubahan mekanisme harga ke dalam sistem pasar yang sangat fluktuatif dan kelangkaan bagi penyediaan bahan bakar masih sering dijumpai.

Masalah infrastruktur, dari jumlah kasus agraria bidang infrastruktur yang diadukan, dapat dikategorisasikan yang paling banyak dikeluhkan adalah berkaitan dengan ganti kerugian (67 persen), persoalan menyangkut hak ulayat (5 persen), pengambilan lahan sebelum proses hukum selesai (17 persen), kriminalisasi terhadap para penolak proyek pembangunan (2,94 persen), hilangnya mata pencaharian (2,94 persen) dan sisanya menyangkut keterlibatan aparat TNI/Polri dalam pembebasan lahan, akses warga terhadap lahan miliknya, dan penolakan proyek.

Sedangkan isu lingkungan hidup dan sumber daya alam, Komnas HAM mengggarisbawahi eksploitasi atas nama industri dan pembangunan kerap dijumpai, berbagai kasus yang dilaporkan ke Komnas HAM RI membentang dari Sumatera-Papua.

Mulai soal pertambangan, pembangunan industri semen, perkebunan skala besar dan reklamasi adalah catatan selama 5 (lima) tahun belakangan ini.

Konflik sumber daya alam terus mewarnai jumlah pengaduan, sebagai contoh untuk 2017 saja terdapat 269 kasus konflik agaria dengan luasan wilayah diperkirakan mencapai 2.713.369 Ha yang terdiri konflik lahan (104), perkebunan (39), infrastruktur (32), pertambangan (24), kehutanan (24), lingkungan (19) dan penegakan hukum (23).

Berdasarkan persoalan-persoalan pokok itu, Komnas HAM RI merekomendasikan sejumlah poin kepada pasangan calon presiden-wakil presiden periode 2019-2024.

Pertama, memastikan pemenuhan hak atas pangan bagi warga seluruh Indonesia dengan menekankan pada aspek ketersediaan dan aksesibilitas, termasuk memastikan persoalan keadilan bagi para petani yang sebagian besar hanya memiliki lahan kurang 0,5 Ha.

Kedua, dalam pemenuhan hak atas energi, maka yang paling pokok adalah adanya akses dan ketersediaan bagi masyarakat, dan perlunya keberpihakan dalam penentuan harga sehingga tidak menjadi komoditi ditentukan pasar. Selain itu,menghindari cara-cara represif dan pengambilan lahan masyarakat untuk pembangunan pembangkit dan sumber energi baru.

Ketiga, dalam aspek pemenuhan hak atas pembangunan, terutama untuk infrastruktur yang memerlukan sumber lahan yang besar maka, secara struktural perlu pembaruan atau revisi terhadap UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum untuk membangun keseimbangan antara kepentingan pembangunan sebagai amanat UUD 1945 dan perlindungan terhadap hak asasi manusia.

“Selain itu, juga diperlukan penegasan bahwa tidak semua proyek strategis nasional (PSN) adalah kepentingan umum semua, karena banyak yang berdimensi profit,” ujar Hairansyah.

Rekomendasi keempat, konflik sumber daya alam dan lingkungan hanya dapat didekati dengan pengelolaan terhadap ketimpangan penguasaan, pemerintah yang baru harus berani melakukan review atas izin-izin perusahaan skala besar dan memiliki progam untuk rakyat.

Aspek lingkungan dilakukan dengan pendekatan mitigasi dan pemulihan serta penegakan hukum yang adil dan imparsial.

Kelima, mendorong adanya perlindungan terhadap pembela HAM secara struktural melalui regulasi sehingga bagi masyarakat yang berjuang untuk memajukan lingkungan, sumber daya alam dan masyarakat marginal tidak menjadi korban kriminalisasi, kekerasan fisik dan psikis, serta ancaman. (rid/iss/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Minggu, 24 November 2024
31o
Kurs