Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mendalami konflik pencopotan alat peraga kampanye milik Buchori Imron Ketua DPC Partai Persatuan Pembangunan Kota Surabaya yang berujung adanya penganiayaan dan persekusi yang dilakukan salah satu tim sukses Buchori terhadap petugas Satpol PP.
“Waktu itu, kami sempat berpikiran bahwa itu pidana murni. Tapi kita masih pelajari apakah ini juga masuk pidana pemilu. Senin (18/2) kita rapatkan,” kata Baliyya Komisioner Bawaslu Surabaya Yaqub Divisi Hukum Data dan Informasi di Surabaya, Minggu (17/2/2019).
Menurut dia, ada ketentuan pada pasal 280 UU Nomer 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum yang mencakup persoalan kampanye, politik uang dan melibatkan aparatur sipil negara (ASN).
Selama ini, lanjut dia, Bawaslu dalam hal penertipan alat peraga kampanye (APK) selalu berkoordinasi dengan pihak Satpol PP dan kepolisian sesuai tingkatannya. Hal ini dikarenakan panitia pengawas (panwas) kecamatan maupun kelurahan dilarang melakukan penertiban sendiri.
Prosedur penindakan terhadap penertiban APK yang melanggar telah diatur dalam Peraturan Bawaslu (Perbawaslu) Surabaya Nomor 7 Tahun 2018, Perbawaslu 8/2018 dan Perbawaslu 9/2018.
Petugas Satpol PP, lanjut dia, bisa melakukan penertiban APK sendiri jika ada rekomendasi dari bawaslu atau panwas. Intinya bawaslu/panwas memberikan rekomendasi untuk penertiban APK yang melanggar, maka eksekutornya adalah Satpol PP.
“Tapi, jika tanpa rekomendasi dari panwas ya kurang tepat tindakan itu,” katanya, seperti dilansir Antara.
Saat ditanya apakah kejadian pencopotan APK yang dilakukan salah satu tim sukses Ketua PPP Surabaya terhadap petugas Satpol PP saat penertiban alat peraga kampanye yang videonya sempat viral di media sosial itu sudah ada koordinasi dari panwascam setempat, Yaqub mengaku belum tahu saya.
“Nanti saya cek ya. Yang jelas tiap minggu ada laporan pelanggaran APK yang masuk ke kota. Nanti kita cari pasalnya kalau kasus itu masuk pidana pemilu. Kami akan berusaha menjadi penyelenggara yang menegakkan keadilan pemilu” katanya.
Sementara itu, Komisioner Bawaslu lainnya Usman mengatakan bahwa kejadian itu masuk pidana umum karena kejadiannya tidak pada saat penertiban APK.
“Apalagi sekarang sudah ditangani Polres Tanjung Perak. Kita hormati proses di kepolisian,” ujarnya.
Diketahui sebelumnya beredar video di media sosial berupa aksi seorang warga mengenakan baju hijau menganiaya dan mempersekusi petugas Satpol PP yang juga Staf Kelurahan Krembangan Utara di Surabaya.
Berdasarkan informasi yang didapat, warga tersebut protes karena keberatan APK Caleg petahana dari Ketua Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Surabaya Buchori Imron yang didukungnya dicopot petugas Satpol PP.
Hal itu bermula Rianda Harendino petugas Satpol PP melakukan pengawasan di wilayah Jl. Kebalen Wetan pada Jumat (15/2/2019), melihat APK salah satu Caleg DPRD Surabaya petahana dalam Pemilu 2019 yang terlepas pengaitnya sehingga mengganggu pengguna jalan.
Bersama Satpol PP Kelurahan Krembangan Utara, Rianda lalu melepas spanduk tersebut agar tidak mengganggu pengguna jalan dan menyebabkan korban. Namun sesampainya di Kelurahan, ternyata sudah ada Ahmad Damuji, warga Jl. Kebalen Wetan VI/6, sekaligus Ketua RT 006/RW 007 Kelurahan Krembangan Utara.
Datang dengan hanya mengenakan kaos hijau dan sarung, tanpa alas kaki, Ahmad Damuji memarahai Riandra. Tak hanya itu, ia juga beberapa kali menampar staf kelurahan tersebut tanpa mau mendengar alasan maupun penjelasan dari korban. Mendapati hal itu, Rianda melaporkan kejadian itu ke Polres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.
Buchori Imron Ketua DPC PPP Surabaya menyatakan sudah ada perdamaian di antara keduanya. “Kemarin (15/2/2019) malam tim saya sudah menghadap saya. Katanya sudah damai itu. Sudah rangkul-rangkulan, saling meminta maaf,” kata Buchori. (ant/dwi)