Sabtu, 23 November 2024
Ramadan Muram Keluarga Pedagang Daging Ayam (1)

Corona Merenggut Orang Tua Mereka

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Ilustrasi pedagang daging ayam. Foto: Didik suarasurabaya.net

Ramadan lalu terasa muram bagi semua anggota keluarga pedagang daging ayam, yang sehari-hari berdagang di Pasar Simo dan Pasar Balongsari Surabaya, Jawa Timur. Covid-19 yang menyebabkan tragedi di keluarga ini.

Rina (semua nama di keluarga ini bukan nama sebenarnya) mengisahkan duka yang dia dan keluarganya alami sejak awal puasa, yang mana hulu semua cerita itu bermula dari corona.

Alim (72 tahun) dan Sari (65 tahun), ayah dan ibu mertua Rina, sehari-hari berdagang daging ayam di Pasar Simo Surabaya. Mereka adalah dua orang pertama yang terkonfirmasi Covid-19 di klaster itu.

Dengan adanya kasus ini, Pemkot Surabaya sempat menghentikan semua aktivitas dan menutup sementara pasar itu.

Berdasarkan data tim tracing Gugus Tugas Covid-19 Jatim, Alim meninggal pada 26 April setelah dirawat intensif di Rumah Sakit Universitas Airlangga (RSUA). Ayah mertua Rina itu meninggal sebelum hasil PCR keluar.

Kabar duka itu tak disangka oleh Rina dan Budi, suaminya, anak kedua pasangan Alim dan Sari, yang juga berdagang daging ayam tapi di Pasar Balongsari.

Kematian Alim juga membuat Adi dan Sulis, istrinya, terpukul. Justru Si Sulung anak pedagang daging ayam itu, kakak Budi, yang sehari-hari berdagang bersama ayahnya di Pasar Simo.

“Bapak mertuaku itu sakit dari tanggal 16 April. Sempat dibawa ke dokter umum di Donowati, tapi tidak membaik. Lalu kami periksakan ke rumah sakit di Manukan Wetan tanggal 22 April,” ujar Rina kepada suarasurabaya.net, Senin (1/6/2020) lalu.

Rina sendiri baru tahu ayah mertuanya ada keluhan sesak napas di rumah sakit swasta di Manukan Wetan itu. Dokter menerapkan pengobatan nebulizer (penguapan obat) untuk meredakan sesak napas ayah mertuanya.

Rina pun mengusulkan kepada suaminya agar ayahnya menjalani rapid test mandiri. Hasil tes cepat pendeteksi antibodi itu ternyata reaktif. Sayangnya, rumah sakit di Manukan Wetan itu tidak dilengkapi ruang isolasi memadai.

Waktu itu malam. Rina dan Budi, juga Adi yang turut mengantarkan, sepakat untuk membawa pulang ayah mereka naik sepeda motor. Sebenarnya, dokter sudah menyarankan mereka menghubungi 112 agar dapat layanan ambulans gratis.

Pertimbangan mereka, bila diantar ambulans, selain gang rumah ayahnya di kawasan Pasar Simo sangat sempit, kepulangan mereka tentu akan membuat heboh warga setempat. Tetapi bukan berarti mereka ingin sembunyi-sembunyi.

Anak-anak dan menantu Alim sangat menyadari bahaya virus SARS CoV-2 penyebab penyakit Covid-19 yang sangat menular. Malam itu juga mereka bertiga berinisiatif melakukan rapid test mandiri di rumah sakit yang sama.

Hasil tes menunjukkan, mereka bertiga non reaktif. Keesokan harinya, 23 April, Budi pun berinisiatif untuk melaporkan kondisi ayahnya, yang semestinya sudah dalam pengawasan (PDP), ke Puskesmas Simomulyo.

Pihak Puskesmas saat itu menyarankan Budi untuk menghubungi layanan 112 sehingga bisa segera diantar ke fasilitas kesehatan terdekat. Tapi keluarga memilih untuk bergerak sendiri.

“Mas Adi mengontak kenalannya dan menceritakan kondisi bapak. Teman Mas Adi itu minta, Bapak segera dibawa ke RSUA. Kamis siang itu suamiku yang ngantar bapak ke RSUA. Malamnya bapak langsung masuk ICU,” ujar Rina.

Perasaan kalut dan sedih berkecamuk ketika Rina dan Budi menjalankan sahur pertama puasa Ramadan di rumah mereka di Balongsari, pagi 24 Mei. Sebabnya, Sari, ibu Budi, saat itu juga dalam keadaan sakit tapi tidak mau diajak ke rumah sakit.

“Sejak hari itu, suamiku sudah berhenti total berjualan ke pasar. Aku yang minta, sudahlah, kita isolasi mandiri di rumah. Kami keluar rumah cuma pas beli token listrik, bayar air, atau beli kebutuhan pokok,” katanya.

Awal Ramadan itu menyuguhkan duka bagi keluarga pedagang itu. Alim, ayah mereka, meninggal pada 26 April setelah empat hari tiga malam dirawat di RSUA. Pria yang sudah lanjut usia kondisinya tak kunjung membaik.

Hasil PCR Almarhum Alim baru keluar beberapa hari kemudian, tepatnya 1 Mei. Laboratorium Institute Tropical Disease (ITD) Unair menyatakan, Alim memang terjangkit Covid-19. Sampai sekarang tidak diketahui dari mana Alim tertular.

Sementara, Sari, Ibu mertua Rina, kondisi kesehatannya terus menurun. Pada akhirnya Bu Sari harus menjalani perawatan di RSUA karena hasil PCR perempuan 65 tahun itu juga positif Covid-19.

Belum lama keluarga pedagang ayam itu berduka atas kepergian Sang Ayah. Sari, ibu mereka, yang punya riwayat kencing manis sebagai komorbid atau penyakit penyerta, dinyatakan meninggal di RSUA pada 2 Mei.

Kematian kedua orang tua mereka membuat Budi dan Adi sangat terpukul. Tapi duka keluarga pedagang daging ayam di Pasar Simo tidak hanya sampai di situ saja. Sejumlah peristiwa mengejutkan mereka alami di kemudian hari.(den/ipg)

Daftar artikel “Ramadan Muram Keluarga Pedagang Daging Ayam”:

  1. Corona Merenggut Orang Tua Mereka
  2. Terjangkit Covid di Pabrik Biskuit
  3. Mencari Kesembuhan di Tengah Pandemi
  4. Berhadapan dengan Aturan Rumah Sakit
  5. Berdamai dengan Diagnosis Tak Terduga
  6. Sudah Jatuh Hampir Tertimpa Tangga
Berita Terkait

Terjangkit Covid di Pabrik Biskuit

Mencari Kesembuhan di Tengah Pandemi

Berhadapan dengan Aturan Rumah Sakit

Berdamai dengan Diagnosis Tak Terduga

Sudah Jatuh Hampir Tertimpa Tangga


Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
26o
Kurs