Konon, meski Surabaya adalah kota metropolitan, tapi masyarakatnya tak jatuh pada karakter individualistik. Mereka dikenal simpatik, interaktif, dan punya solidaritas tinggi. Setidaknya itu yang dikatakan oleh Karnaji Sosiolog FISIP Universitas Airlangga, Surabaya.
Rasanya, hal itu bisa diamini ketika menengok sejumlah Kampung Tangguh dalam upaya mencegah penyebaran Covid-19 di Surabaya atau dalam bahasa Pemkot Surabaya disebut “Kampung Wani Jogo Suroboyo”. Kampung tangguh baru saja digagas Pemkot Surabaya diakhir periode Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) jilid kedua.
Tri Rismaharini Walikota Surabaya mengatakan, ia berharap Kampung Tangguh dapat menjadi upaya pencegahan secara signifikan yang mampu menurunkan atau bahkan menghentikan penyebaran Covid-19 di Surabaya.
Tentu saja, hal itu disambut hangat oleh masyarakat Surabaya. Suarasurabaya.net berkesempatan mewawancarai tiga RW dari tiga kelurahan di tiga kecamatan berbeda mengenai hal ini. Semuanya mengatakan, sudah siap dengan konsep Kampung Tangguh jauh-jauh hari.
Sukir Ketua RW 3 Kelurahan Kedung Baruk, Kecamatan Rungkut misalnya. Ia mengatakan, kampungnya sudah mengikuti protokol kesehatan sejak satu bulan lalu. Hal serupa disampaikan oleh Budi Wakil Ketua RW 12 Kelurahan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan. Ia mengaku, sebulan lalu sudah menerapkan protokol kesehatan seperti menyediakan tempat cuci tangan sampai pengecekan suhu tubuh. Begitupun dengan Agus Ketua RW 7 Kelurahan Ngagel Rejo Kecamatan Wonokromo yang mengaku jauh-jauh hari menerapkan protokol kesehatan.
Bisa dibilang, program Kampung Tangguh yang dimulai diakhir periode PSBB jilid 2 dan berlanjut pada PSBB Jilid 3 adalah bagian dari menguatkan lagi solidaritas antar warga yang sudah sangat dekat.
Jadi Bagian Kluster Sampoerna
Sukir punya tugas berat. Sebab, kampungnya menjadi bagian dari kluster Sampoerna yang menyumbang angka positif cukup besar di Surabaya. Pada suarasurabaya.net ia mengaku, pihaknya langsung meminta kepada Pemkot Surabaya untuk menggelar rapid test massal di kampungnya. Pemkot Surabaya akhirnya merespon permintaan tersebut dengan mendatangkan petugas untuk menggelar tes cepat di Kelurahan Kedung Baruk, salah satunya di RW yang dipimpin Sukir.
Ia punya perintah khusus pada semua ketua RT dibawahnya. Ia meminta agar ketua RT wajib tahu kondisi warganya. Ia bahkan menunjukkan pada suarasurabaya.net, daftar warga di wilayahnya yang mengikuti rapid test, swab test, sampai yang dirawat di rumah sakit, diisolasi, sampai yang sudah sembuh.
“Kalau ada yang terpapar, kita datangi rumahnya, minta datanya. kita laporkan ke kelurahan dan ke puskesmas. Saat ada yang diisolasi, kita bantu untuk permakanannya gotong royong,” katanya.
Ia mengaku, tak ada yang berbeda antara sebelum digagasnya Kampung Tangguh dan sesudahnya. Sebab memang mereka sudah melaksanakan berbagai kegiatan untuk mencegah penularan Covid-19 di kampungnya. Diantaranya semisal penyemprotan disinfektan rutin, penjagaan pintu masuk ke kampung, penyediaan tempat cuci tangan, mengimbau warga memakai masker, pemeriksaan suhu tubuh memakai thermal gun, dan sebagainya.
“Perbedaannya, cuman kita mendukung program pemerintah itu aja. Semakin kita percaya diri karena didukung pemerintah,” jelasnya.
Hasil Swadaya Masyarakat
Agus Ketua RW 7 Kelurahan Ngagel Rejo mengaku, Kampung Tangguh di wilayahnya baru saja dibentuk dua hari lalu setelah mendapat perintah dari Polsek Wonokromo. Tapi, sejak Covid-19 mulai merebak di Surabaya, ia dan ketua RW lain, besertas kelurahan dan kecamatan sepakat untuk “mengisolasi warga” secara mandiri.
Mereka berinisiatif menjaga akses masuk ke kampungnya dengan penjagaan tiga shift, sampai swadaya mengadakan penyemprotan disinfektan setiap hari. Setelah sekian waktu melakukan penyemprotan dengan biaya mandiri, upaya ini akhirnya direspon Pemkot Surabaya dengan mendatangkan mobil PMK berisi cairan disinfektan.
Ia mengaku, Kampung tangguh menambah kepercayaan diri masyarakat. Ia mengatakan, “Lebih percaya diri. Tidak ada kekhawatiran. Dengan kebersamaan, kita bisa lawan Covid-19.”
Budi Wakil Ketua RW 12 Kelurahan Putat Jaya punya kisah yang mirip. Mereka juga secara swadaya menyediakan ember-ember kecil di beberapa titik kampung untuk tempat cuci tangan. Mereka juga terus secara rutin mengingatkan warga agar menggunakan masker saat berkegiatan di luar rumah.
Berharap Surabaya “Hijau” Kembali
Sejak kasus positif pertama muncul di Surabaya pertengahan Maret 2020 lalu, sepertinya tak ada yang menduga jika kasus terus bertambah sampai hari jadi Kota Surabaya ke 727 pada 31 Mei 2020 berlangsung. Sepanjang Mei ini, tidak ada perayaan-perayaan meriah menyambut hari jadi Kota Pahlawan seperti tahun-tahun lalu.
Semuanya berjalan dalam suasana keprihatinan dan mawas diri. Surabaya masih jadi zona merah Covid-19. Para ketua RW di tiga kelurahan dari tiga kecamatan berbeda yang suarasurabaya.net wawancarai punya satu harapan yang seragam pada kota tercinta. Mereka ingin Surabaya kembali “Hijau”.
“Mudah-mudahan warga sadar diri. Kemana-mana pakai masker, dan supaya Surabaya jadi zona hijau lagi,” kata Agus berharap.
Tapi, doa dan harapan ketiga ketua RW dan seluruh masyarakat Surabaya ini belum akan terwujud di hari jadi Kota Surabaya hari ini. Per Sabtu (30 Mei 2020) kemarin, jumlah kasus terkonfirmasi positif Covid-19 di Surabaya bertambah dan mencapai 2.495 orang. Saat ini Pemkot Surabaya masih bekerjaran dengan waktu. Disisa waktu PSBB jilid 3 yang akan berakhir 8 Juni 2020 nanti, Pemkot Surabaya tengah berupaya menggelar tes sebanyak mungkin untuk menemukan kasus positif baru di masyarakat. Sementara itu, masyarakat Surabaya juga harus menyiapkan diri sebaik mungkin di tengah wacana pemerintah menerapkan New Normal. (bas/tin/rst)