Suparto Wijoyo, pakar Hukum Lingkungan Hidup dari Universitas Airlangga mengingatkan tanggung jawab pemerintah dalam pengelolaan limbah masker di masa pandemi Covid-19. Menurut Suparto, masker bekas pakai termasuk dalam kategori limbah infeksius dan B3 (bahan berbahaya dan beracun).
“Pandemi termasuk dalam kualifikasi bencana nasional. Artinya, secara hukum, segala sesuatu menjadi tanggung jawab negara. Semua jenjang pemerintahan, mulai daerah sampai pusat, harus bersinergi. Urusan kita pakai masker saja masuk dalam ranah hukum yang dibuat oleh pemerintah,” katanya saat mengudara di Radio Suara Surabaya, Rabu (27/5/2020).
Pemerintah, kata Suparto, harus mengedukasi masyarakat bagaimana cara memperlakukan limbah masker yang merupakan limbah infeksius. Pemerintah juga harus membuat depo sampah infeksius dan menyediakan petugas khusus yang mengambil limbah masker dengan cara khusus.
Adapun landasan hukumnya adalah Surat edaran (SE) Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor 02 Tahun 2020 tentang Pengelolahan Limbah Infeksius (Limbah B3 dan Sampah Rumah Tangga dari Penanganan Covid-19).
Sebelumnya, Rosa Vivien Ratnawati Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 (PSLB3) KLHK mengatakan bahwa saat ini limbah medis tidak hanya dari RS Rujukan dan RS Darurat COVID-19, namun dapat bersumber dari masyarakat/rumah tangga Orang Dalam Pengawasan (ODP) dan Pasien Dalam Pengawasan (PDP) seperti limbah masker bekas dan Alat Pelindung Diri (APD) bekas.
“Jumlah limbah medis dari pandemi Covid-19 ini meningkat 30 persen, sedangkan kapasitas pengolahan limbah B3 medis di beberapa daerah terutama di luar Jawa masih terbatas,” kata Vivien dalam Rapat Koordinasi Regional (RAKOREG) Pengelolaan Limbah Medis Masa Pandemi Covid-19 yang digelar KLHK secara virtual bersama Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi, Dinas Kesehatan Provinsi, seluruh DLH Kabupaten/Kota dan Kementerian Kesehatan, di Jakarta, yang dikutip Antara, Senin (18/5/2020)
Sinta Saptarina Soemiarno Direktur Penilaian Kinerja Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3 KLHK pada kesempatan yang sama menuturkan bahwa respon dan upaya solusi pemecahan kesenjangan kapasitas pemusnahan limbah medis lainnya adalah pembangunan 32 Fasilitas Pemusnah Limbah B3 medis di 2020-2024 dengan APBN KLHK yang akan diserahkan dan dikelola oleh Pemda.
Keberadaan Fasilitas ini juga bertujuan untuk mendukung Fasyankes agar fokus meningkatkan pelayanan medis bagi masyarakat. Sistem monitoring kinerja fasilitas ini juga menjadi prioritas pemantauan KLHK.
Selanjutnya, Pemda diharapkan dapat memenuhi empat persyaratan antara lain ketersediaan lahan sesuai tata ruang, komitmen Pimpinan Daerah, unit pengelola dan dokumen lingkungan.(iss/ipg)