Sabtu, 23 November 2024

60 Persen Wilayahnya Rawan Bencana, Jatim Perlu Upgrade Sistem Peringatan Dini Berbasis Digital

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Khofifah Indar Parawansa Gubernur Jawa Timur saat meninjau sistem pemantauan bencana di kantor BPBD Jawa Timur, Waru, Sidoarjo, Selasa (5/3/2019). Foto: Istimewa

Provinsi Jawa Timur memiliki 60 persen wilayah yang termasuk daerah rawan bencana, sedangkan 35 persen di antaranya rawan bencana tinggi. Khofifah Indar Parawansa Gubernur menginginkan sistem penanggulangan bencana yang lebih komprehensif.

Menurutnya, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Timur harus memiliki sistem penanggulangan bencana yang lengkap, mulai dari sistem peringatan dini, respon penanggulangan bencana, sampai penanganan pasca bencana.

Khofifah enggan mengambil risiko dampak bencana yang mengakibatkan jumlah korban dan kerusakan besar, yang mana berdasarkan indeks risiko bencana akan memunculkan angka kemiskinan baru di Jawa Timur.

“Kalau dalam indeks risiko bencana, setiap bencana alam menyebabkan kemiskinan 80 persen,” katanya saat meninjau sistem pemantauan bencana di kantor BPBD Jawa Timur, Waru, Sidoarjo, Selasa (5/3/2019).

Sebab itulah, Khofifah menginginkan ada early warning system (sistem peringatan dini) berbasis digital yang tepat guna.

“Di Pusdalop (BPBD,red) tadi, saya rasa banyak yang harus di-update dan di-upgrade secara digital. Saat di Mensos, saya banyak koordinasi dengan BNPB dengan segala kecanggihan alatnya, saya harap Jawa Timur enggak jauh-jauh dari itu,” katanya.

Secara khusus, dia ingin bisa memantau keadaan di kawasan yang sedang waspada bencana secara realtime. Misalnya, kondisi waspada banjir di Bojonegoro, update kondisi ketinggian sungai Bengawan Solo harus bisa dia pantau secara digital.

“Kami ingin segera ada koordinasi dengan provider di Indonesia, masyarakat di sekitar wilayah rawan bencana nanti bisa terupdate kondisi sekitarnya. Misalnya mereka di sekitar Bengawan Solo bisa konfirmasi ketinggian air Bengawan Solo sekarang berapa, lalu potensi meluber di mana saja,” ujarnya.

Kekhawatiran Khofifah ini memang bukan tanpa alasan. Berdasarkan data BPBD Jawa Timur, ada 22 kabupaten kota yang rawan kebanjiran luapan tujuh sungai besar. Di antaranya Bengawan Solo, Sungai Bondhoyudho, Sungai Pekalen, dan Sungai Bajul Mati.

BPBD Jatim juga mendata, ada 13 kabupaten/kota yang terdeteksi rawan tanah longsor. Mulai dari Kabupaten Magetan, Pacitan, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, dan sejumlah daerah lain di wilayah selatan.

Selain itu, terdata sebanyak 23 kabupaten/kota di Jawa Timur yang rawan kekeringan dengan 171 kecamatan dan 833 desa di antaranya perlu perhatian khusus karena berisiko tinggi kekeringan.

Jawa Timur juga merupakan provinsi dengan hampir semua wilayahnya merupakan zona merah yang rawan terjadi gempa bumi. Sedikitnya ada 1.490 desa di Jawa Timur yang rawan gempa.

Tidak hanya itu, ada 8 kabupaten/kota seperti Blitar, Jember, dan Banyuwangi yang rawan terdampak tsunami. Di Banyuwangi, misalnya, ada 46 desa dinyatakan rawan tsunami, sedangkan di Pacitan ada 24 desa.(den/tin/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
27o
Kurs