Jusuf Kalla Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) mengatakan ajakan kepada jemaah untuk menggunakan hak pilih pada Pemilu boleh dilakukan di masjid, selama tidak ada upaya kampanye terhadap caleg dan pasangan capres-cawapres.
“Kalau mengajak orang (supaya) tanggal 17 (April) semua harus pergi (ke TPS), itu biasa saja, itu (termasuk) ajaran politik. Tapi tidak mengkampanyekan seseorang atau kelompok atau calon-calon itu,” kata Jusuf Kalla Wakil Presiden usai mengundang pengurus DMI dan Perhimpunan Remaja Masjid (Prima) se-DKI di Jakarta, Sabtu (9/3/2019) malam.
Batasan kampanye ajaran politik yang boleh dilakukan di masjid adalah terkait ajakan kepada masyarakat untuk datang ke tempat pemungutan suara (TPS) pada hari pemungutan suara dan menggunakan hak pilihnya.
Sementara kampanye untuk memilih caleg atau pasangan capres-cawapres tertentu, apalagi dengan menyampaikan ujaran kebencian dan berita bohong, JK dengan tegas mengatakan hal itu tidak boleh dilakukan di masjid.
“Masjid itu tempat ibadah, kita memakmurkan (masjid) dan masjid juga harus memakmurkan masyarakatnya,” kata JK.
Terkait pemberian bantuan dari partai politik, caleg atau tim sukses pasangan capres-cawapres, JK mengatakan selama bantuan itu ikhlas tanpa imbalan kampanye, maka sumbangan itu boleh diterima pengurus masjid.
“Kalau bantuannya bersyarat, ‘saya bantu asal mengkampanyekan’, ini pasti tidak diterima. Tapi kita tidak bisa menolak kalau (ada) yang ingin bantu masukkan ke kotak amal, silakan saja, sedekah, infaq, silakan saja,” ujarnya.
JK memanggil pengurus DMI dan Prima DKI Jakarta untuk menyosialisasikan imbauan terkait larangan kampanye politik praktis di masjid. Imbauan tersebut, kata JK, berlaku juga untuk pengurus masjid se-Indonesia.
Turut hadir dalam pertemuan tersebut Ma’mun Al Ayyubi Ketua DMI DKI Jakarta, Suparlan Ketua DMI Jakarta Pusat, Sulaiman Ketua DMI Jakarta Barat, Nur Ghulam Ketua DMI Jakarta Timur, dan Ahmad Arafat Aminullah Ketua Umum Prima. (ant/iss/rst)