Nurul Amalia Komisioner Divisi Informasi dan Data menegaskan, KPU Provinsi Jawa Timur telah meminta KPU kabupaten/kota memverifikasi data pemilih yang disebut tidak wajar oleh Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi.
Dia telah meminta KPU kabupaten/kota di Jawa Timur untuk melakukan verifikasi lapangan atas data-data pemilih di Jawa Timur yang termasuk 17,5 juta nama pemilih, yang dilaporkan BPN Prabowo-Sandi ke KPU RI, Senin (11/3/2019) kemarin.
“Kami sudah menurunkan data (temuan BPN Prabowo-Sandi) itu ke teman-teman di kabupaten/kota untuk disisir, disandingkan data yang ada di kabupaten/kota. Untuk klaim BPN, bahwa ada penduduk yang usianya di atas 90 tahun, faktanya di lapangan memang ada,” katanya, Selasa (12/3/2019).
Tidak hanya itu dia mengatakan, adanya beberapa penduduk yang memiliki kesamaan tanggal lahir, sesuai pengalaman KPU di lapangan, hal itu memang ada. Terutama untuk penduduk di daerah yang memang tidak tahu kapan tanggal lahir mereka.
“Terutama untuk orang-orang lama yang memang tidak tahu pasti, kapan dia dilahirkan. Akhirnya mereka menyebut, misalnya, oh 17 Agustus saja, karena ada momen kemerdekaan. Atau ambil akhirnya, 31 Desember saja,” katanya.
Ini juga telah dinyatakan oleh Zudan Arif Fakrulloh Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri merespons laporan BPN Prabowo-Sandi. Memang ada kebijakan menyamakan tanggal lahir penduduk itu.
“Tapi, kami tetap akan melakukan kroscek ke lapangan, supaya ada hasil yang pasti untuk menjawab temuan dari BPN itu seperti apa (di lapangan,red),” kata Nurul ketika ditemui di kantornya.
Sebelumnya, BPN Prabowo-Sandi melaporkan 17,5 juta nama pemilih yang menurut mereka tidak wajar di Daftar Pemilih Tetap (DPT). Temuan BPN itu di antaranya nama-nama yang masuk DPT terindikasi fiktif.
Indikasi fiktif itu karena ada penduduk yang bertanggal lahir sama, yakni tanggal 1 Juli, yang jumlahnya mencapai 9,8 juta. Sedangkan penduduk yang lahir pada 31 Desember sebanyak 3 jutaan.
Ada pula, berdasarkan temuan BPN itu, penduduk yang tercatat lahir tanggal 1 Januari yang jumlahnya mencapai 2,3 jutaan. Temuan-temuan itulah yang lantas dianggap tidak wajar oleh BPN.
Zudan Arif Fakrulloh Dirjen Dukcapil Kemendagri dalam kesempatan lain telah menjelaskan jawaban atas temuan BPN Prabowo-Sandi, bahwa temuan itu memang bagian dari kebijakan pemerintah, dan itu wajar.
Kebijakan tentang tanggal lahir 31 Desember itu berlangsung sejak lama, sejak Kemendagri menggunakan Sistem Informasi Manajemen Kependudukan (SIMDUK) sebelum 2004 silam. Ini diberlakukan untuk warga negara yang lupa atau tidak tahu tanggal lahirnya.
Selanjutnya, pada 2004, Dukcapil menggunakan Sistem Informasi Kependudukan (SIAK) untuk mengelola database. Saat itu, untuk penduduk yang tidak tahu atau lupa tanggal lahir akan ditulis lahir pada 1 Juli.
Kebijakan itu, kata Zudan, diperkuat dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2010 tentang Formulir dan Buku yang Digunakan dalam Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.(den/ISS)