Jumat, 22 November 2024

Ritus Travesty, Monolog Kedukaan Meimura pada Pandemi Covid-19

Laporan oleh J. Totok Sumarno
Bagikan
Meimura saat memainkan monolog Ritus Travesty, kedukaan pada pandemi Covid-19. Foto: Totok suarasurabaya.net

Menampilkan sosok Besut dan Rusmini, aktor dan pemain teater Meimura yang kerap terlibat pada pementasan seni Ludruk, menampilkan monolog berjudul Ritus Travesty ungkapan kedukaan pada situasi masyarakat di tengah pandemi Covid-19 saat ini.

Mengenakan sarung warna putih setinggi dada, lengkap dengan kopiah putih berjambul, Meimura memerankan Besut. Karakter Besut adalah tokoh dunia Ludruk, yang selalu ditmapilkan pada masa pentas di negeri ini sebelum era kemerdekaan.

Besut selalu digandengkan dengan sosok Rusmini, perempuan cantik yang diidolakan sekaligus jadi pendamping Besut. “Besut dan Rusmini adalah dua karakter penting dalam seni Ludruk di era penjajahan Jepang, sampai awal Indonesia merdeka. Keduanya juga melambangkan masyarakat ketika itu,” ujar Meimura.

Diawali dengan narasi Besut tentang kondisi saat ini di tengah masyarakiat yang kalang kabut, mencari kebenaran tentang Covid-19. Sebagian masyarakat memilih patuh dengan anjuran pemerintah untuk berdiam diri di rumah. Tapi sebagian lagi memilih tetap diluar rumah, mencari penghidupan mengabaikan perintah berdiam diri di rumah.

“Masyarakat ada yang memilih mematuhi aturan pemerintah. Tetapi tidak sedikit juga yang menolak patuh. Sementara korban terus berjatuhan. Ini sangat memprihatinkan. Masyarakat seperti kehilangan logika berpikirnya, sedangkan kemati akibat pandemi Covid-19 itu sangat tidak kasat mata, tidak terlihat. Ini sebuah kedukaan,” terang Meimura, Senin (18/5/2020).

Monolog Ritus Travesty, dipentaskan secara daring dan telah menampilkan dua seri yang seluruhnya menyikapi atau merespon situasi dan kondisi kekinian terkait terus menerus berlangsungnya pandemi Covid-19 di tengah-tengah masyarakat, dan berdampaknya korban mati.

Ritus Travesty Tolak Bala ditampilkan Meimura sebagi refleksi diri pada kondisi ketika pandemi Covid-19 mulai datang dan menjadi bagian masyarakat. Tolak bala, menurut Meimura pada puncaknya adalah kepasrahan pada sang maha hidup, kepasrahan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Pada monolog Ritus Travesty Bendera Setengah Tiang, yang telah ditampilkan pada Sabtu (16/5/2020) pukul 22.00 lewat kanal instagram, Meimura secara lebih luas mengungkapkan kedukaannya atas pandemi Covid-19 ini secara lebih luas, karena sejatinya pandemi Covid-19 memang terjadi di hampir seluruh negara di dunia.

Pada pentas daring monolognya yang kedua, pentas penampilan ditambah dengan sejumlah bendera negara-negara didunia, meskipun dalam ukuran yang tidak terlalu besar, dan menjadi bagian dari property panggung.

“Karena kedukaan ini bukan sekadar apa yang terjadi di Kota Surabaya saja, bukan di Indonesia saja. Pandemi Covid-19 terjadi di hampir seluruh negara di dunia. Dan Bendera Setengah Tiang adalah ungkapan kedukaan itu,” pungkas Meimura, Senin (18/5/2020).(tok/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
28o
Kurs