Sebagai forum parlemen negara-negara Islam dunia, The Parliamentary Union of the OIC Member States (PUIC), harus bersikap tegas terhadap setiap marginalisasi dan diskriminasi yang dihadapi oleh sejumlah masyarakat muslim di dunia. Demikian point utama yang disampaikan Fadli Zon Wakil Ketua DPR dalam sidang Uni Parlemen negara-negara Organisasi Konferensi Islam (OKI), atau PUIC, di Rabat, Maroko.
Kata Fadli, di tengah perkembangan dunia yang semakin modern, ironisnya umat Islam merupakan korban utama dari konflik yang terjadi di dunia saat ini.
“Lebih dari 60 persen konflik bersenjata dan 70 persen serangan teroris terjadi di negara berpenduduk mayoritas muslim. Akibatnya, saat ini jutaan umat Islam di dunia masih menderita setiap harinya akibat konflik, perang, dan terorisme. Tak heran jika lebih dari 65 persen pengungsi dunia, berasal dari negara-negara Islam,” ujar Fadli dalam keterangan tertulisnya, Jumat(15/3/2019).
Itu sebabnya, menurut Fadli, setiap negara anggota PUIC, wajib mendorong tumbuhnya solidaritas muslim dunia. Terutama terhadap umat Islam yang menjadi minoritas di negara non-OIC members, yang masih mengalami marginalisasi, diskriminasi, dan pelanggaran HAM.
Terkait isu tersebut, kata dia, selain mendorong penuh isu kemerdekaan Palestina dan upaya penanganan muslim Rohingya, delegasi parlemen Indonesia juga mendorong agar sidang PUIC ke-14 ini, mengeluarkan sikap tegas terkait pelanggaran HAM terhadap muslim Uighur di Xinjiang.
“Itu sebabnya, dalam sidang General Committees PUIC pada 13 Maret kemarin, kita mendesak agar isu pelanggaran HAM terhadap muslim Uighur, dimasukan ke dalam pembahasan. Untuk kemudian dijadikan salah satu point resolusi akhir,” tegasnya.
Fadli menjelaskan, delegasi parlemen Indonesia sangat paham, bahwa negara anggota OKI memiliki hubungan ekonomi yang harus dijaga dengan China.
“Namun, hal tersebut jangan sampai menutup mata dan hati kita sebagai umat muslim untuk menunjukkan solidaritas terhadap pelanggaran HAM yang dialami muslim Uighur di Xinjiang. Itu adalah hak muslim Uighur yang harus PUIC bela,” tegas Fadli.
Kata dia, setiap isu tentunya memiliki dimensi politiknya masing-masing, sebagaimana yang terdapat juga dalam isu Palestina dan Rohingnya. Tapi pelanggaran HAM dan kemanusiaan yang dialami umat muslim, semestinya sudah menjadi agenda universal setiap negara anggota yang melampaui kepentingan apapun, termasuk kepentingan ekonomi. Disinilah PUIC, sebagai forum parlemen negara-negara Islam, menemukan peran strategisnya.
“Delegasi Indonesia mendorong negara-negara Islam untuk menjaga solidaritas keumatan. Menyatukan potensi, agar bisa menjadi terobosan dalam menghadapi berbagai persoalan yang dihadapi anggota OKI dan seluruh umat Islam di dunia,” pungkas Fadli.(faz/dwi)