BPJS Kesehatan Surabaya meminta fasilitas kesehatan yang menjadi mitranya tidak membebani pasien dengan biaya rapid test dengan alasan screening Covid-19 sebelum mendapatkan pelayanan kesehatan.
Imbauan ini tertuang dalam surat edaran 834/VII-01/0520 tentang Pelayanan bagi Peserta JKN-KIS pada Masa Wabah Covid-19 yang dikeluarkan pada 11 Mei 2020 lalu.
Surat edaran itu mengingatkan fasilitas kesehatan mitra BPJS tentang apa yang termuat dalam Pasal 4 Perjanjian Kerja Sama Pelayanan Kesehatan antara BPJS Kesehatan dengan Faskes.
Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL), dalam hal ini Rumah Sakit mitra, dalam klausul perjanjian itu berkewajiban untuk melayani peserta dengan baik sesuai standar profesi dan pelayanan kedokteran.
Rumah sakit juga wajib mematuhi prosedur pelayanan kesehatan yang berlaku dan tidak melakukan pungutan buaya tambahan di luar ketentuan kepada peserta Jaminan Kesehatan.
Berdasarkan poin itulah BPJS Kesehatan Surabaya meminta rumah sakit tidak menjadikan rapid test screening Covid-19 sebagai syarat bagi peserta JKN-KIS mendapatkan pelayanan di Rumah Sakit.
Apalagi bila biaya tes itu dibebankan kepada pasien. Menurut BPJS, itu bisa melanggar Pasal 4 perjanjian kerja sama tentang hak dan kewajiban rumah sakit mitra BPJS Kesehatan.
Herman Dinata Mihardja Kepala BPJS Kesehatan Surabaya mengatakan, itu juga sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan dan Surat Edaran Menteri Kesehatan yang ada.
“Penanganan Covid-19 itu sudah dijamin oleh Kementerian Kesehatan. Dari kementerian, kalau memang ada indikasi ODP dan PDP, rapid test itu tidak boleh berbayar,” ujarnya.
Beberapa waktu lalu, seorang penderita kanker payudara warga Karah, Surabaya, yang merupakan peserta BPJS Kesehatan gagal rawat inap di salah satu RS di Surabaya karena rapid test.
Calon pasien dengan keluhan nyeri punggung itu berharap bisa mendapat layanan rawat inap tapi diminta dokter menjalani rapid test dulu dengan tarif Rp700 ribu.
“Kecuali kalau pasien meminta sendiri, tidak apa-apa berbayar. Tapi kalau dokter yang meminta seharusnya tidak dipungut biaya. Harus dilaporkan kalau ada lagi kejadian seperti itu,” kata Herman.
Karena biaya rapid test sudah dijamin oleh Kemenkes, Herman mengatakan, BPJS Kesehatan tidak memasukkan rapid test dalam pelayanan BPJS Kesehatan. Tapi tindakan lain untuk pasien Covid-19 bisa menggunakan BPJS.
“Kalau misalnya pasien positif covid-19 perlu tindakan lain di luar jaminan Covid-nya, nah itu bisa dijamin JKN. Misalnya ibu hamil positif Covid-19 mau melahirkan. Penanganan Covid-19-nya dijamin Kemenkes, persalinannya dengan BPJS Kesehatan,” ujarnya.
Dengan adanya surat edaran kepada rumah sakit mitra BPJS Kesehatan itu, Herman berharap ke depan tidak ada lagi kasus seperti yang dialami oleh Almarhumah Maria Christiana.
I Made Puja Yasa Deputi Direksi BPJS Kesehatan Wilayah Jawa Timur menegaskan, ada sanksi dari BPJS Kesehatan terhadap fasilitas kesehatan mitra BPJS.
Kalau masih ada rumah sakit yang menerapkan screening rapid test untuk pasien sebelum mendapat layanan kesehatan dan biayanya dibebankan kepada pasien, akan ada teguran sampai pemutusan hubungan kerja sama.
“Dua kali teguran sampai sanksi pemutusan kerja sama bagi rumah sakit yang masih menerapkan dan membebankan biaya tambahan kepada pasien peserta JKN-KIS. Kami sudah melakukan imbauan kepada semua cabang BPJS Kesehatan,” katanya. (den/ang/iss)