Sabtu, 23 November 2024
Debat Cawapres

Pendapat Pakar Bahasa Tubuh Mengenai Debat Cawapres

Laporan oleh Agustina Suminar
Bagikan
Ma'ruf Amin (kiri) Cawapres nomor urut 01 berbincang dengan Sandiaga Uno (kanan) Cawapres nomor urut 02 usai mengikuti Debat Capres Putaran Ketiga di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (17/3/2019). Foto: Antara

Debat calon wakil presiden yang diikuti Ma’ruf Amin dan Sandiaga Uno di Jakarta, Minggu (17/3/2019), lebih ‘adem’ ketimbang sebelumnya.

Seperti debat-debat yang telah berlalu, Sandi memperlihatkan perilaku santun, termasuk ketika menghadapi pesaing yang usianya terpaut jauh darinya.

“Kita juga lihat, dia sebelumnya kalau ketemu Ma’ruf cium tangan,” ujar Monica Kumalasari pakar bahasa tubuh dilansir Antara,.

Pakar yang meraih lisensi dari Paul Ekman itu menjabarkan beberapa hal menarik dari sisi bahasa tubuh yang bisa dilihat dari debat kedua calon wakil presiden.

Sandiaga sejak awal terlihat lancar dalam berbicara. Satu tangan yang tidak memegang pelantang secara luwes bergerak-gerak mengilustrasikan apa yang keluar dari mulutnya.

Sementara Ma’ruf Amin dinilai terlihat gugup pada awal debat karena tangannya hanya diam memegang pelantang. Tapi kegugupan itu tidak berlangsung lama, Ma’ruf terlihat santai dan lebih cair meski secara umum bahasa tubuhnya memang tidak mencolok.

Ada satu momen ketika Ma’ruf ingin terus bicara meski waktunya sudah habis saat menanggapi Sandiaga Uno. Kepada moderator, dia memastikan apakah masih ada sisa waktu untuk mengutarakan argumennya.

Sikap ini berkebalikan dengan apa yang terjadi di debat perdana di mana Ma’ruf justru irit bicara, membiarkan Joko Widodo mendominasi debat.

“Itu pertanda dia persiapan juga banyak, jadi banyak yang mau dibicarakan, beda banget sama yang sebelumnya,” ujar Monica.

Sebaliknya, ada kalanya Sandiaga justru terlihat mengulur-ulur waktu dengan menyebutkan hal-hal di luar debat, seperti ucapan dukacita atas terorisme di Selandia Baru dan banjir di Papua.

“Padahal dalam debat ada keterbatasan waktu.”

Stunting

Topik stunting cukup hangat diperbincangkan oleh Ma’ruf dan Sandi. Saat beradu argumen soal topik kesehatan ini, ada ketidaksepahaman antara pengertian stunting.

Monica berpendapat ekspresi Ma’ruf terlihat sedih dengan ujung bibir yang tertarik ke arah bawah saat mereka tidak sepaham mengenai stunting.

Metafora

Monica menilai Sandi banyak memulai sesuatu dengan metafora. Dia beberapa kali menyebut nama Ibu Lis, ananda Salsabila dari Pamekasan, juga pertemuan Bung Karno dengan Menteri Pertahanan AS pada 1961.

“Kenapa pakai metafora? Gaya bahasa metafora paling gampang (masuk ke) bawah sadar pemirsa.”

“Sementara Ma’ruf justru kalau jawab beberapa kali dengan ‘kita harus bersyukur’.”

Me Theory

Menurut Monika, Sandi banyak menyebutkan pengalaman-pengalamannya dalam debat. Mulai dari pengalamannya berolahraga 22 menit, cerita ketika dia merasakan jadi pengangguran, cerita istrinya melahirkan si bungsu, juga tentang ibu, paman dan kakaknya dari latar belakang pendidik saat bicara soal pendidikan.

“Sandi banyak pakai Me Theory. Selalu pakai teori dia,” katanya. “Apa yang dia alami dijadikan generalisasi.”

Di bawah

Berkali-kali Sandi menyebutkan kalimat “Di bawah Prabowo – Sandi” yang mencerminkan optimisme kemenangan pada pemilu mendatang.

Namun, dilihat dari gaya bahasa, pemilihan kata “di bawah” menyiratkan rakyat berada di bawah kekuasaan.

Kesan itu bakal berbeda bila Sandi memilih kata lain, misalnya “bersama Prabowo – Sandi”.

Serba Dua

Ada beberapa tipe bahasa tubuh, salah satunya “emblem” di mana gerakan memang dilakukan untuk menyampaikan arti tertentu.

“Misalnya OKE OCE, ada gerakan tertentu… Kenapa harus ada emblem? Untuk menjangkau bawah sadar pemirsa, orang jadi mudah mengingatnya.”

Saat bicara soal program olahraga 22 menit per hari, Sandi membentuk gestur “V” dengan jari telunjuk dan jari tengah seperti simbol “damai”, namun agak dimiringkan.

Dari sudut pandang kesehatan, orang dianjurkan melakukan durasi minimal 150 menit setiap pekan (hitungan lima hari), jadi durasi ideal olahraga setiap hari minimal 30 menit.

Agar sesuai dengan nomor yang dia inginkan, Sandi menggantinya menjadi 22 menit.

“Demi angka 2 jadi pakai emblem 22 menit, sebenarnya (durasi itu) di luar standar, ” ujar Monica yang sudah mengonfirmasi perihal itu pada dokter olahraga.

Angka dua juga disebut ketika berjanji akar permasalahan dalam program BPJS Kesehatan akan rampung pada 200 hari pertama bila ia terpilih dalam Pemilihan Presiden 2019.

“Dia bilang program 200 hari, biasanya 100 hari kerja pertama.”

Angka dua selalu disebut agar masuk ke alam bawah sadar para penonton.

Di sisi lain, Ma’ruf Amin tidak memakai bahasa tubuh “emblem”. Dia berusaha memikat hati kaum muda dengan melontarkan istilah yang baru-baru ini ramai dibicarakan di media sosial: 10 Years Challenge.

“Dia juga menyebut startup, unicorn, decacorn, tema yang masih nyangkut dengan debat kemarin, buat menarik perhatian, ujar Monika.(ant/tin/rst)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
26o
Kurs