Jumat, 22 November 2024

Diberi Masukan Persi-IDI, Risma Sepakat Buat RS Khusus Covid-19 dengan Syarat

Laporan oleh Zumrotul Abidin
Bagikan
Tri Rismaharini Wali Kota Surabaya saat menjelaskan penanganan Covid-19 di depan Ketua IDI Surabaya dan Persi Jatim di Balai Kota. Foto: Istimewa.

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Surabaya dan Persatuan Rumah Sakit Indonesia (Persi) Jatim merekomendasikan agar Kota Surabaya mendirikan rumah sakit khusus pasien Covid-19 yang kategori ringan.

“Pasien kanker, hamil, cuci darah bisa tertular. Kalau bisa ada RS khusus Covid-19 yang 90 persen untuk Covid-19. Alur pasien juga dipisah. Kalau ada RS khusus Covid-19, nanti bisa efisien tenaganya baik itu donasi dan biaya, untuk memperkecil angka kematian yang 15 persen berat dan 5 persen kritis itu. Untuk 80 persen ringan itu di RS karantina saja. Tidak harus lengkap, standar saja fasilitasnya,” ujar dr Brahmana Askandar Ketua IDI Cabang Surabaya saat audiensi dengan Tri Rismaharini Wali Kota Surabaya di Balai Kota, Senin (12/5/2020).

Dodo Anondo Ketua Persatuan Rumah Sakit Indonesia (Persi) Jatim memberikan rekomendasi senada. Diharapkan dari data 80 persen pasien kategori ringan atau OTG bisa ditempatkan khusus di RS Karantina.

“Kami sudah kontak swasta RS Husada Utama dan RS Siloam sudah menyiapkan. Tapi masih campur, juga merawat OTG atau ringan dan berat,” kata Dodo.

Menurut Dodo, kalau RS Karantina khusus Covid-19 itu terwujud maka Persi dan IDI akan ikut membantu untuk fokus penanganan di Surabaya. “Semua ini demi kebaikan Surabaya. Kami profesi ingin ikut fokus penanganan terbaik di Surabaya,” katanya.

Mendapat gambaran masukan tersebut, Tri Rismaharini Wali Kota Surabaya mengaku sudah memikirkan hal itu. Tapi dia perlu mendapat kepastian kalau pasien Covid-19 yang dari luar tidak banyak masuk ke RS Surabaya yang selama ini dia nilai semakin menambah berat beban Surabaya.

“Yang saya dengar RS itu dapat tekanan dari luar kota. Artinya kalau kami (Surabaya) mengalah, (bed) itu akan ditempati orang luar kota. Saya harus minta ke pak Dodo ada jaminan,”

“Ok kami akan menata Surabaya ada khusus karantina, tapi saya harus ada jaminan tidak ada tekanan dari luar kemudian RS menerima. Kami mengalah tapi dari luar masuk itu kan nggak fair,” ujarnya.

Risma memang selama ini mempertanyakan alur rujukan penanganan Covid-19 di Jatim yang beban beratnya ada di RS-RS Surabaya. Padahal, sudah ada RS Rujukan di daerah selain Surabaya.

“Kenapa RS terima terus dari luar, kan sudah ada RS rujukan di Jatim yang ditunjuk. Apakah ada jaminan kalau saya bisa kondisikan (RS Khusus Covid-19). Karena RS selama ini tidak boleh nolak pasien,” katanya.

Menurut Risma jumlah pasien dari luar kota membebani Kota Surabaya. Karena menurut Risma, kalau pasien dari luar kemudian masuk tidak ada jaminan kalau tidak diantar oleh keluarganya. Padahal, kalau pasien positif harus diantar petugas dengan APD lengkap dan keluarga pasien harus ditracing dan di karantina.

“Apakah ada jaminan dari RS itu tidak ada tekanan dari luar. Kalau ada tekanan saya nggak ada gunanya mindah ini. Malah kasih peluang orang luar masuk dan beban Surabaya makin berat. Gak mungkin mereka tidak sama keluarganya. Masalahnya keluarganya di sana tidak dites nggak, kalau jalan-jalan di sini berat saya,” katanya.

Risma mengatakan, tengah menyewa beberapa ruang di RS Husada Utama. Di RS itu Pemkot berinvestasi untuk penanganan pasien warga Surabaya.

“Kami akan pikirkan. Saya terus terang (pasien) yang sudah di RS gak mau kalau dikeluarkan kecuali sembuh. Kalau nanti ada (pasien baru) kami pikirkan. Kami sudah investasi ke RSHU di ruang pertemuan juga bisa digunakan. Kami siap investasi itu. Saya butuh waktu khusus menyiapkan RS itu,” katanya.

Sementara Dodo Anondo membenarkan pernyataan Risma terkait sengkarut rujukan pasien Covid-19 dari daerah ke Surabaya.

“Memang apa yang disampaikan bu Wali betul. Memang dari luar banyak yang masuk. Makanya kalau betul ada RSHU nanti, kami berharap yang bisa masuk hanya warga Surabaya ber-KTP Surabaya. Rujukannya juga harus jelas. Rujuk lepas itu tidak bisa. Kami mencoba buat alurnya,” katanya.

Dalam diskusi itu, memang IDI dan Persi membenarkan kalau ada rujukan lepas dalam penanganan pasien dari daerah. Misalnya dari daerah A langsung disuruh datang ke Surabaya tanpa dibekali pengantar rujukan resmi.

“Kadang langsung disuruh pergi ke Surabaya dan dibilang pasti nanti ditangani. Ini rujukan lepas, ini tidak boleh,” kata Dodo. Maka itu, Dodo bersama IDI akan mengatur alur rujukan menjadi lebih ketat. (bid/iss)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
28o
Kurs