Jumat, 22 November 2024

Jeritan Pengusaha Kecil-Menengah Saat PSBB Surabaya Diperpanjang

Laporan oleh Zumrotul Abidin
Bagikan
Ilustrasi. Penerapan physical distancing yang ada di Pasar Karang Menjangan, Surabaya. Foto: Istimewa

Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di wilayah Surabaya Raya (Surabaya, Sidoarjo, Gresik) kembali diperpanjang 14 hari ke depan. Kebijakan yang diambil tiga Kepala Daerah dan Gubernur Jatim ini dirasakan para pelaku usaha kecil merasa terpukul.

Ade Irawan pengusaha air isi ulang di kawasan Lidah Wetan misalnya, merasakan omzetnya menurun drastis sejak diterapkan PSBB periode pertama 28 April lalu.

Sebelum PSBB ditetapkan, dalam sehari ia bisa melayani isi ulang hingga 80 galon lebih. Tetapi, sejak PSBB, sehari tidak sampai 5 galon.

“Warung kopi kan tutup semua. Pelanggan saya rata-rata memang warkop. Sekarang nggak ada,” kata Ade, Senin (11/5/2020).

Ade juga mempertanyakan apakah dengan PSBB maka ada jaminan pandemi ini bisa selesai. “PSBB 14 hari. Kalau dijamin berkurang nggak masalah. Kalau perlu lockdown. Tapi ini kan tidak. Corona-nya enggak hilang, rejeki saya malahan yang hilang,” kata Ade.

Sekarang PSBB ditambah 14 hari lagi, ia kebingungan mencari penghasilan untuk menghidupi keluarga. Sebab, sampai hari ini, ia tidak pernah mendapat bantuan sosial dari pemerintah.

“Ya mungkin karena saya punya usaha isi ulang, jadi dianggap mampu. Padahal, ini lagi seret,” jelasnya.

PSBB juga dirasakan cukup mempersulit pengusaha menengah.

Lukman Ketua Paguyuban Pedagang Buah wilayah Tanjung Sari, Surabaya mempertanyakan kenapa PSBB yang gagal itu harus diperpanjang.

“Kalau PSBB yang pertama gagal, kenapa ada PSBB kedua. Ini sama saja dengan mengulang kegagalan,” kata Lukman.

Lukman Ketua Paguyuban Pedagang Buah wilayah Tanjung Sari, Surabaya. Foto: Abidin suarasurabaya.net

Selama masa PSBB, pedagang buah malah merugi. Sebab, barang yang keluar masuk, durasinya dibatasi dengan batas jam operasional. Padahal, lanjut Lukman, buah berpotensi busuk jika tidak cepat habis.

Lukman tidak menampik, dalam kondisi pandemi Covid-19 seperti ini, semua sektor ekonomi memang sebagian besar jatuh. Tapi, pemerintah diharapkan tidak menambah beban lagi.

“PSBB itu beban bagi kami. Kalau seandainya, PSBB kemarin itu sukses, kasusnya bisa berkurang, kita ikut saja. Tapi kalau gagal, kenapa diulang lagi? Kita terlanjur rugi nggak jualan maksimal. Ini sangat merugikan masyarakat kecil,” lanjut Lukman.

Senada dengan itu, Tulus Warsito Ketua Paguyuban Pangkalan LPG Surabaya Barat juga beranggapan PSBB bukan solusi terbaik. Pemerintah, kata Tulus, hanya melihat dari sisi pandemi. Tapi, tidak melihat ekonomi masyarakat kecil.

“Itu bukan solusi. Coba seandainya pemerintah merasakan bagaimana jadi masyakarat, pasti dia akan protes,” kata Tulus.

Tulus menjelaskan, efek PSBB sangat berimbas pada penyalur LPG. Sejak diberlakukannya jam malam PSBB, tidak ada lagi warung-warung yang berani jualan di malam hari. Sementara, masyarakat yang biasa membuka warung di rumahnya, juga tidak lagi buka. Alhasil, penjualan LPG juga mengalami penurunan.

“Omset menurun, kita sebagai penyalur gas untuk kebutuhan masyarakat langsung, juga tidak mendapatkan kebijakan tertentu sejak PSBB. Kita boleh jualan, tapi enggak ada yang beli. Untungnya dari mana?” katanya. (bid/tin)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
28o
Kurs