Sabtu, 23 November 2024

Rawan Pungli, Lurah dan Camat Surabaya Belum Punya Standar Pelayanan

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Ilustrasi.

Upaya Pemkot Surabaya menerapakan pelayanan publik secara online dan terintegrasi dalam Surabaya Single Window (SSW) ramai mendapat apresiasi dan pujian.

Namun, masih ada pelayanan publik di Surabaya yang belum tersentuh sistem online yang rawan terjadi pungutan liar (pungli).

Muflihul Hadi Asisten Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur mengatakan, tujuan sistem online untuk meminimalisasi tatap muka masyarakat dengan pejabat.

Menurutnya, pelayanan publik di kelurahan dan kecamatan di Jawa Timur, hampir seluruhnya belum tersentuh sistem online. Termasuk di Surabaya.

Karena itu, masih ada potensi terjadinya pungli, terutama di kelurahan dalam beberapa macam pelayanan publik.

“Yang rawan, pengurusan Surat Keterangan Waris, Domisili Usaha, dan Transaksi Tanah Petok. Informasi dari masyarakat, masih ada praktik pungli,” ujarnya.

Karena itu, Hadi menyarankan agar Wali Kota Surabaya juga memfokuskan perhatian pada pelayanan publik hingga ke tingkat Kelurahan.

Selain karena belum tersentuh sistem online, pelayanan publik di tingkat kelurahan dan kecamatan ternyata belum memiliki standar pelayanan baku.

Adi Sutarwijono Wakil Ketua Komisi A DPRD Kota Surabaya mengatakan, masih banyak laporan dari warga mengenai pelayanan di kelurahan yang tidak standar.

“Contoh kecil, warga meminta informasi dokumen Leter C. Lurah yang punya pikiran positif tidak apa-apa membukakan itu, tapi di tempat lain tidak boleh. Lha, kami tidak mau seperti ini,” ujarnya kepada suarasurabaya.net.

Pria yang biasa disapa Awi ini menegaskan, harus ada standar kebijakan apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh lurah dan camat dalam melakukan pelayanan publik.

Dengan standar pelayanan ini, masalah seperti disebutkan di atas dia harapkan selesai di tingkat kelurahan dan kecamatan, tidak perlu sampai ke tingkat Kota, baik ke Balai Kota Surabaya maupun ke DPRD Kota Surabaya.

“Apalagi dalam Undang-undang Pemda, camat akan diberikan ruang menerima pelimpahan kewenangan dari Kepala Daerah, misalnya dalam hal perizinan,” katanya.

Saat ini, di Surabaya sudah mulai ada pelimpahan kewenangan seperti ini. Salah satunya, pengurusan perizinan IMB dengan ukuran tanah tertentu sudah tidak melalui Dinas PU Cipta Karya dan Tata Ruang, melainkan ke kecamatan.

Lurah dan Camat Harus Lewati Penggemblengan

DPRD Kota Surabaya menyarankan Pemkot Surabaya menerapkan proses pendidikan untuk lurah dan camat di Surabaya.

“Calon camat dan lurah seharusnya dididik dulu oleh Badan Kepegawaian dan Diklat, sehingga ada output berupa sertifikat calon lurah dan calon camat,” ujar Awi.

Sebagaimana seleksi kepala sekolah, Awi menjelaskan, calon kepala sekolah harus melewati tes untuk mendapat sertifikat atau surat keterangan telah lulus tes calon kepala sekolah.

“Jadi, lurah dan camat digembleng dulu, supaya mereka memahami standar kebijakan pemerintahan, termasuk pelayanan publik. Saran ini untuk mengoreksi kebijakan mutasi pemerintah kota selama ini,” katanya.

Selama ini, kebijakan mutasi lurah dan camat oleh Pemerintah Kota Surabaya secara otomatis. Seseorang yang menjabat sekretaris kelurahan naik menjadi sekretaris kecamatan, lantas bisa menjadi camat.

Dengan adanya pendidikan atau diklat camat dan lurah ini, siapapun yang memenuhi syarat diploma atau sarjana ketataprajaan bisa mengikuti diklat calon lurah atau camat.

“Jadi ketika mereka lulus, mendapatkan sertifikat calon lurah maupun camat, dan sudah memahami standar kebijakan pemerintah dan pelayanan publik,” ujar Awi.(den/iss/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
33o
Kurs