Emirsyah Satar mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia divonis delapan tahun penjara plus denda Rp1 miliar subsider tiga bulan kurungan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, dalam sidang video konferensi yang berlangsung petang hari ini, Jumat (8/5/2020).
Menurut majelis hakim, Emir terbukti secara sah dan meyakinkan menerima suap terkait pengadaan badan dan mesin pesawat Garuda Indonesia, serta melakukan tindak pidana pencucian uang.
“Menyatakan terdakwa Emirsyah Satar terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang,” kata Rosmina Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
Selain pidana penjara, majelis hakim juga menjatuhkan hukuman tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti kepada negara sebanyak 2,1 juta Dollar Singapura (sekitar Rp22 miliar).
Hal yang memberatkan vonis, terdakwa tidak mendukung upaya pemerintah memberantas korupsi.
Sedangkan yang meringankan, Emir berlaku sopan di persidangan, menyesali perbuatannya, dan dinilai berjasa membawa Garuda Indonesia menjadi perusahaan penerbangan yang bergengsi.
Vonis itu lebih ringan dari tuntutan Jaksa KPK, yang meminta majelis hakim menjaruhkan hukuman 12 tahun penjara serta denda Rp10 miliar subsider 8 bulan kurungan.
Sementara itu, Soetikno Soedarjo Direktur Utama PT Mugi Rekso Abadi terdakwa penyuap Emirsyah Satar, divonis enam tahun penjara serta denda Rp1 miliar subsider 3 bulan kurungan.
Sebelumnya, Jaksa KPK menuntut Soetikno hukuman 10 tahun penjara atas dakwaan memberikan suap.
Suap senilai Rp46 miliar dalam bentuk Dollar Singapura, Dollar AS dan Euro itu diberikan, supaya Garuda membeli mesin pesawat Rolls-Royce serta badan pesawat produksi Airbus.
Sekadar informasi, KPK menetapkan Emirsyah Satar yang menjabat Dirut PT Garuda Indonesia dari tahun 2005-2014, dan Soetikno Soedarjo sebagai tersangka tindak pidana korupsi, tanggal 16 Januari 2017.(rid/iss/ipg)