Sabtu, 23 November 2024

Jaring Pengaman Sosial yang Tak Kunjung Nyata

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Ilustrasi. Grafis : suarasurabaya.net

Jaring pengaman sosial (social safety net) atau bantuan sosial untuk masyarakat terdampak pandemi Covid-19 di Jawa Timur sampai hari ini belum sepenuhnya sampai kepada yang berhak. Pemerintah Provinsi sudah menyiapkan lebih dari Rp995 miliar dari total Rp2,384 triliun anggaran penanganan Covid-19.

Finalisasi anggaran hasil realokasi dan refocusing kegiatan APBD Jawa Timur itu sudah disepakati bersama antara eksekutif dan legislatif 13 April lalu. Kalau dihitung, sampai Rabu (6/5/2020) ini, berarti finalisasi dan pengesahan itu sudah lebih dari tiga pekan lalu. Namun belum ada kejelasan kapan bantuan itu disalurkan.

Sementara, peningkatan aturan sosial distancing menjadi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di tiga wilayah Jawa Timur sudah berlangsung sepekan lebih. Makin banyaknya pembatasan aktivitas di masa PSBB di tiga wilayah itu membuat masyarakat terdampak makin tersudut.

Mereka yang harus bersabar padahal kena PHK dampak Covid-19, mereka yang dirumahkan tapi tidak tahu apa gajinya tetap akan dibayarkan oleh perusahaan, juga mereka yang harus kehilangan sebagian besar penghasilan dari usaha yang mereka jalankan.

Data Disnakertrans Jatim menunjukkan, sudah 5.348 pekerja di 210 perusahaan kena pemutusan hubungan kerja (PHK) sampai Selasa (5/5/2020). Ada 19 persen pekerja di perusahaan perdagangan atau retail. Lalu ada 12,6 persen yang tadinya bekerja di hotel dan restoran.

Sedangkan untuk pekerja yang dirumahkan, berdasarkan data yang sama, jumlahnya sudah mencapai 32.403 orang di 510 perusahaan. Ada 32 persen yang merupakan pekerja hotel dan restoran, lalu ada 31 persen pekerja industri alas kaki.

Data Disnakertrans tentang pekerja terdampak Covid-19 di Jatim sampai Selasa (5/5/2020). Foto: screenshot

Ini belum termasuk masyarakat pelaku UMKM, juga para mitra transportasi berbasis aplikasi daring (online), yang meskipun masih menjalankan aktivitasnya di tengah pandemi, tapi pendapatannya hilang lebih dari 50 persen. Atau malah hampir 100 persen?

Bantuan dari pemerintah yang sudah siap disalurkan sampai Selasa kemarin adalah Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa yang nilainya Rp3 miliar. Sementara ini, ada 5.006 keluarga di sejumlah desa di sejumlah kabupaten/kota di Jatim yang akan menerima bantuan itu.

Padahal, Emil Dardak Wakil Gubernur Jatim pernah bilang, masyarakat perdesaan di Jatim relatif lebih bisa bertahan. Karena produksi pertanian masih bisa jalan di tengah pandemi. Sebab itulah bantuan untuk mereka yang di perkotaan jadi prioritas.

Mereka yang ada di perkotaan, yang harus menghitung ulang pengeluaran yang sudah sedikit, setidaknya patut bersyukur karena masa sulit ini bersamaan dengan ibadah puasa. Bersabar adalah salah satu tuntutan selama berpuasa.

Masyarakat harus benar-benar sabar kalau memang menunggu dan mengandalkan bantuan dari pemerintah. Karena baik Pemprov maupun Pemkab/Pemkot di Jatim, belum tuntas melakukan pendataan. Adalah data masyarakat terdampak Covid-19 di luar Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kementerian Sosial yang sedang mereka petakan.

Khofifah Gubernur Jatim yang Mantan Menteri Sosial pun mengakui, pada saat seperti inilah data terpusat atau big data sangat diperlukan. Dia sudah menginisiasi Jatim Big Data sebagai salah satu implementasi program kampanyenya, Nawa Bhakti Satya. Sepertinya, program pengintegrasian data itu masih terkendala.

“Saya ingin sampaikan, pada saat seperti ini kita sangat memerlukan big data. Big data yang terkoneksi sampai ke kabupaten/kota itu akan sangat membantu begitu banyak perencanaan dan implementasi pembangunan di Jawa Timur,” ujarnya, Jumat (1/5/2020) pekan lalu.

Pemprov Jatim memilih skema yang lebih aman untuk menyalurkan bantuan sosial bernilai hampir Rp1 triliun itu, supaya di kemudian hari tidak kena masalah. Karena bisa saja, meskipun para penyidik KPK sedang work from home, jeritan masyarakat yang protes karena tidak dapat bantuan sampai juga ke telinga mereka.

Pemprov Jatim pun memilih menunggu semua bantuan dari pemerintah pusat seperti Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, Kartu Prakerja, dan BLT dari Kemensos, yang juga dialokasikan untuk sebagian masyarakat Jawa Timur, tuntas disalurkan.

Tidak hanya itu, Pemprov Jatim yang khawatir pendistribusian bantuan ini tumpang tindih harus menunggu Pemkab dan Pemkot menuntaskan pendataan masyarakat yang akan menerima bansos dari masing-masing APBD.

Namun, Pemprov perlu menjadikan proses pendataan BLT Kemensos lewat pusat data dan informasi (Pusdatin) dengan deadline Selasa dini hari kemarin sebagai pelajaran. Karena sampai Senin (3/5/2020) malam, baru 11 pemda dari 38 kabupaten/kota yang sudah 100 persen men-submit data. Entah bagaimana kelanjutannya.

Pemprov juga tidak bisa menyepelekan fakta bahwa pendaftar di aplikasi Radar Bansos (radarbansos.jatimprov.go.id), yang seharusnya diniatkan untuk mendeteksi warga terdampak ber-KTP non Jatim tapi berdomisili di Jatim, justru didominasi masyarakat ber-KTP Jatim.

Ada 19 ribu masyarakat ber-KTP Jatim yang akhirnya mendaftarkan diri ke aplikasi Radar Bansos karena mungkin kebingungan. Mungkin karena Pemkab/Pemkot belum bisa meyakinkan mereka, bahwa jaring pengaman sosial itu benar-benar ada.

Tujuan Pemprov menjaga agar pelbagai bantuan baik dari pusat maupun dari daerah itu tidak tumpang tindih, karena kalau hal itu terjadi, pendistribusiannya berpotensi tidak tepat sasaran dan tidak merata. Di luar itu, kecepatan keputusan agar bantuan segera tersalurkan juga dibutuhkan.

Khofifah Gubernur Jatim pun berencana menggelar rapat koordinasi tentang bantuan sosial ini dengan semua bupati/wali kota se-Jawa Timur secara daring (online) Rabu pagi ini. Artinya, masyarakat yang sangat mengharapkan bantuan sosial itu harus menambah kapasitas kesabarannya. Setidaknya, kalau pada akhirnya tidak dapat bantuan, kesabaran itu bisa terkonversi menjadi pahala. Mumpung Ramadan masih ada.(den/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
28o
Kurs