Defiyan Cori ekonom dari Universitas Gajah Mada menilai, meski harga minyak mentah mengalami penurunan, namun saat ini, belum tepat jika pemerintah menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia.
Menurut pengamat ekonomi konstitusi itu, banyak faktor yang harus dipertimbangkan jika pemerintah ikut menurunkan harga BBM, di antaranya karena harga minyak dunia yang masih terus berfluktuasi.
“Pemerintah sebaiknya status quo saja. Karena fluktuasi harga (minyak dunia) saat ini akan terus berlanjut,” kata Defiyan dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (3/5/2020).
Dia menegaskan, sebenarnya harga minyak dunia pun tidak terus pada posisi menurun. Bahkan saat ini, minyak Brent kembali naik pada posisi 23-26 dolar AS per barel. Minyak Brent inilah yang menjadi acuan harga BBM di Indonesia.
Menurut dia, pemerintah memang sebaiknya mempertimbangkan banyak faktor. Selain harga minyak mentah yang tidak bisa diprediksi dan masih fluktuatif, juga saat ini konsumsi BBM mengalami penurunan.
“Dan asumsi APBN kita juga akan berubah total,” kata dia seperti yang dilansir Antara.
Fluktuasi harga minyak dunia tersebut, lanjutnya, diperkirakan akan terus berlanjut selama 1-2 bulan ke depan. Setelah itu akan terus menguat sekitar Juli 2020.
Ini terjadi, menurut dia, karena adanya pemulihan ekonomi setelah pandemi Covid-19 di berbagai negara, termasuk Jepang dan China.
“Jadi, memang perlu dilakukan komunikasi kepada masyarakat terkait informasi posisi strategis migas Indonesia saat ini. Dengan demikian, masyarakat mendapat informasi terkait kondisi harga BBM, yang selain dipengaruhi harga minyak dunia, juga terpengaruh kondisi bisnis di tengah wabah Covid-19,” ujar Defiyan.(ant/tin)