Sabtu, 23 November 2024

Suko Widodo: Kita Kehilangan Kewarasan Berpikir dalam Politik

Laporan oleh Agustina Suminar
Bagikan
Suko Widodo pengamat komunikasi politik asal Universitas Airlangga Surabaya. Foto: Istimewa

Mendekati Pemilu Serentak pada 17 April mendatang, Suko Widodo Pengamat Komunikasi Politik menilai banyak masyarakat yan masih kebingungan dalam menentukan pilihan.

Ini dikarenakan Pemilu Serentak tidak diimbangi dengan pendampingan dari Partai Politik padahal sistem pemilihan yang bersamaan ini masih membuat rakyat bingung.

“Memang kekacauan kita berbarengan. Mulai dari politik yang ditumpahkan saat pilkada serentak, jadi semua teknologi komunikasi berbarengan hadir. Jadi distruption (gangguan, red) semakin parah dan parpol abai dengan kebingungan masyarakat ini,” kata Suko Widodo kepada Radio Suara Surabaya, Selasa (2/4/2019).

Menurut Suko, masyarakat masih banyak yang kurang mantap akan pilihannya. Pada akhirnya, mereka memilih wakil rakyat bukan karena pilihan, namun karena hanya itu wakil rakyat yang ada. Kondisi itulah yang dikhawatirkan akan merusak kualitas demokrasi karena akan berdampak para turunnya partisipasi masyarakat.

“Kalau lihat sejarah poilitik kita masih buram, tidak dipandu parpol. Tidak seperti Amerika misal saya (partai, red) Demokrat, saya akan pilih Demokrat, kalau saya Republik saya akan pilih Republik. Masyarakat kita hari ini pilih A, tapi nggak tahu besok, tergantung apa yang diberikan partai buat mereka,” jelas Suko yang sekaligus Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Airlangga Surabaya.

Untuk itu, menurutnya pemilu serentak tahun ini merupakan “ujian” bagi semua pihak. Kampus misalnya, memiliki peran penting untuk menyadaran politik agar para mahasiswa tidak “alergi” dengan politik dan bersikap apolitis. Begitu juga dengan media yang harus dapat menyebarkan nilai-nilai kebangsaan agar meminimalisir konflik akibat perbedaan pilihan politik.

Masalah lain yang muncul adalah peran anak muda yang kurang memberikan gagasan baru karena tidak terlibat secara langsung dengan kegiatan politik. Menurut Suko, hal ini membuat komunikasi politik antara apa yang diinginkan anak muda dan partai politik tidak ada kesinambungan.

“Kalau misalnya mereka ditanya bagaimana pendapat mereka tentang cara-cara berkampanye, bayangkan 65 persen (anak muda, red) mengaku muak. Tapi kalau ditawarkan untuk ikut, mereka tidak mau, mereka tidak terlibat. Jadi tidak nyambung komunikasi ruang komunikasi tidak terbangun dengan bagus,” tambahnya.

Menurut Suko, apalagi keriuhan politik sekarang ini banyak yang tidak bersifat subtansial. Sehingga lanjut Suko, perlu adanya gerakan dari masyarakat, entah dari kalangan akademisi maupun media, untuk menyatukan pemikiran-pemikiran kebangsaan, agar tidak mengembalikan iklim demokrasi yang sehat di tengah masyarakat.

“Misal saya foto pakai jari satu dimarahi, dua diamarahi, bahkan warna baju juga ada klaim-klaimnya. Kita bertempur tidak subtansial, akhirnya yang hilang adalah kewarasan kita berpikir dalam politik ini,” tutupnya.(tin/rst)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
33o
Kurs