Syahri Mulyo Bupati nonaktif Tulungagung tetap menerima gaji pokok kepala daerah, meski sejak dilantik dan dinonaktifkan oleh Menteri Dalam Negeri, dia mendekam di penjara KPK hingga jatuh vonis 10 tahun dari Pengadilan Tipikor Surabaya, Kamis (14/2/2019).
“Karena statusnya masih bupati, meskipun nonaktif, gaji pokok beliau masih menerima,” kata Sudarmaji Kabag Humas Pemkab Tulungagung di Tulungagung, Selasa (2/4/2019).
Besaran gaji yang diterima Syahri tidak besar. Sesuai besaran gaji pokok pejabat setingkat eselon II, Syahri menerima bayaran sebesar Rp2,1 juta.
Terpidana kasus korupsi yang telah divonis Pengadilan Tipikor Surabaya selama 10 tahun itu tidak mendapat fasilitas tunjangan maupun honor lain yang biasanya diterima seorang penjabat kepala daerah.
Kata Sudarmaji, gaji dan tunjangan keluarga baru tidak akan diberikan kepada Syahri apabila kasus hukumnya telah inkracht dan mendapat pemberhentian tetap.
“Dalam posisi nonaktif tersebut, Pak Syahri tidak memiliki kewenangan dalam menjalankan tugas sebagai kepala daerah. Seluruh tugasnya saat ini dijalankan oleh Plt Bupati Pak Maryoto Birowo,” katanya, seperti dilansir Antara.
Sebelumnya, dari hasil sidang di pengadilan tindak pidana korupsi, dimana Syahri beserta dengan rekannya terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.
Hal itu sebagaimana yang diatur dan diancam pidana dalam pasal 12 huruf b UURI nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tidak pidana korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU RI nomor 20 tahun 2001, tentang perubahan.
Atas UURI nomor 31 tahun 1999, jonto pasal 55 ayat (1) ke 1, jonto pasal 65 ayat (1) KUHP Majelis hakim telah memutuskan terhadap terdakwa I, yakni Syahri Mulyo dengan pidana penjara selama 10 tahun, denda Rp700 juta dan apabila denda tersebut tidak dibayarkan maka akan diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan.
Selain itu majelis hakim menjatuhkan hukuman tambahan terhadap terdakwa Syahri Mulyo untuk mengembalikan atau membayarkan uang pengganti kepada Negara sebesar Rp28,8 miliar, dan dipotong uang yang dikembalikan sebesar Rp1,5 miliar.
Majelis hakim juga mencabut hak politiknya selama lima tahun. (ant/dwi)