Sabtu, 23 November 2024

TKN-BPN Sepakat Maraknya Peretasan Jelang Pemilu Ancaman Serius untuk Demokrasi

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Ilustrasi.

Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno pasangan calon presiden nomor urut 02, merasa sangat dirugikan dengan maraknya aksi peretasan jelang pemungutan suara Pemilu 2019.

Salah satu yang belakangan menjadi sasaran peretasan adalah akun media sosial milik Ferdinand Hutahaean Juru Bicara BPN.

Indra Anggota Direktorat Advokasi dan Hukum BPN berpendapat, dengan ancaman hukuman sampai 12 tahun penjara, pelaku peretasan tentu punya niat yang kuat, bukan orang sembarangan, dan bukan sekadar iseng.

“Tolong segera kepolisian menindaklanjuti agar tidak ada salah prasangka terhadap kasus peretasan akun Ferdinand. Tapi sebenarnya siapa yang dirugikan? Yang dirugikan Prabowo-Sandi dan BPN,” ujarnya dalam diskusi publik yang digelar di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (6/4/2019).

Kalau praktik liar seperti itu dibiarkan, menurutnya bukan cuma pasangan Prabowo-Sandi yang dirugikan, tapi demokrasi di Indonesia.

Senada dengan Indra, Usman Kansong Direktur Komunikasi Politik Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma’ruf Amin pasangan calon presiden nomor urut 01 juga menilai peretasan merugikan demokrasi.

Menurutnya, dalam beberapa bulan terakhir, tercatat beberapa akun media sosial TKN mendapat serangan hacker. Tapi, serangan itu bisa diantisipasi, dan pihaknya juga sudah melaporkan ke Bareskrim.

Karena sama-sama merasa dirugikan, BPN dan TKN berharap aparat kepolisian yang punya kemampuan dan kewenangan segera menangkap pelaku dan mengungkap dalang peretasan.

Hal itu penting supaya tidak ada saling tuduh antara pihak yang berkompetisi di ajang Pilpres 2019.

Dalam forum yang sama, Henry Subiakto Staf ahli Menteri Komunikasi dan Informatika Bidang Hukum mengatakan, aksi peretasan sangat berbahaya kalau sampai mendelegitimasi proses Pemilu.

Maka dari itu, Henry menyebut penegakan hukum sebagai kunci untuk mencegah perpecahan NKRI.

“Kalau penegakan hukum tidak tegas, jelas aksi peretasan akan mengurangi kualitas demokrasi. Apalagi kalau sampai mendelegitimasi hasil Pemilu, sama saja menghancurkan NKRI. Pemilu ini menentukan nasib Indonesia ke depan,” tegasnya.

Berdasarkan data Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), serangan siber seperti peretasan meningkat menjelang pelaksanaan pemilihan presiden tahun 2019.

Sepanjang Januari sampai Juni 2018, BSSN melaporkan terjadi 143,6 juta serangan siber dan terus meningkat sampai awal 2019.

Serangan itu antara lain berbentuk Hack, yaitu upaya proses peretasan terhadap infrastruktur IT, termasuk milik penyelenggara pemilu seperti KPU dan Bawaslu.

Kemudian, Leak, yaitu upaya untuk membocorkan informasi rahasia dari penyelenggara pemilu maupun antarsesama peserta pemilu.

Dan bentuk amplify, yaitu memviralkan sejumlah data pribadi salah satu peserta pemilu dengan tujuan kampanye hitam. (rid/iss)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
26o
Kurs