Polda Jatim telah menetapkan pemilik akun facebook Antonio Banerra sebagai tersangka kasus ujaran kebencian bermuatan sara. Pelaku adalah Arif Kurniawan Radjasa (36) warga Jombang, yang merupakan seorang residivis kasus perampasan pada 2009 lalu.
Kombes Pol Frans Barung Mangera Kabid Humas Polda Jatim mengatakan, melalui akun facebook itu, pelaku mengunggah postingan terkait tragedi 1998 yang membuat masyarakat resah. Postingan itu mengandung ujaran kebencian dan menyinggung salah satu kelompok etnis serta paslon Pilpres 2019.
“Ini adalah atensi Mabes Polri terkait akun Antonio Banerra yang postingannya melukai bangsa Indonesia dengan mengungkit tragedi 1998. Nama asli pelaku Arif bukan Antonio. Pelaku KTP Jombang, tapi tinggal di Sedati, Sidoarjo,” kata Barung, Minggu (7/4/2019).
Pada Sabtu (6/4/2019) malam, polisi mendatangi kediaman Arif di wilayah Sidoarjo. Bersama istrinya, Arif digelandang ke Polda Jatim untuk pemeriksaan lebih lanjut. Setelah melalui tahap pemeriksaan, Arif resmi ditetapkan sebagai tersangka. Sedangkan istrinya dibebaskan karena terbukti tidak terlibat.
AKBP Cecep Susatya Kasubdit V Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Jatim mengungkapkan, akun facebook tersebut dibuat oleh pelaku sejak 2015. Namun dalam hal ini, pelaku mulai mengunggah postingan ujaran kebencian sejak Maret 2019 dan itu dibuat atas pola pikirnya sendiri.
Kepada polisi, pelaku mengaku menulis postingan itu agar masyarakat tidak memilih salah satu paslon Pilpres 2019. Dengan alasan bahwa keluarganya adalah korban dari tragedi 1998. Namun, pihak kepolisian belum bisa memastikan hal itu dan kasus ini akan diselidiki lebih lanjut.
“Dia beroperasi di Facebook saja. Sempat ganti nama akun menjadi Gatot Kaca dan fotonya juga diganti. Ya ada pengakuan sepihak kalau keluarganya menjadi korban tragedi. Tapi kami belum bisa memastikan motifnya, masih tahap penyidikan lebih lanjut,” kata dia.
Terkait pelaku yang sempat mengaku bekerja di salah satu media, Cecep juga mengungkapkan bahwa itu tidak benar. Pelaku tidak bekerja di media dan selama ini adalah pengangguran.
Ini juga dibantah JPNN atau Jawa Pos National Network selaku media yang dicatut oleh pelaku. Melalui situs resminya, pihak JPNN menegaskan kalau tidak pernah memperkerjakan pemilik akun tersebut. Mereka akan melaporkan akun tersebut dan membawa kasus ini ke meja hijau.
“Ya sempat mengaku dari pers. Sudah kami tanyakan ke media bersangkutan, ternyata tidak. Pelaku tidak bekerja, dan dia merupakan residivis perampasan di Jatim, 10 tahun yang lalu. Kalau medianya belum melapor ke kami,” jelasnya.
Atas perbuatannya, pelaku dijerat Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Dengan ancaman hukuman di atas 5 tahun penjara. (ang/dwi)