Prof Marzuki DEA, pakar ekonomi Universitas Hasanuddin menilai pemerintah Indonesia harus mampu membuktikan jika keinginan Uni Eropa (UE) menolak minyak kelapa sawit dan turunannya merupakan langkah yang salah dan diskriminasi.
Prof Marzuki DEA di Makassar, Rabu (10/4/2019), mengatakan salah atau yang harus dilakukan yakni dengan berupaya memenuhi syarat-syarat yang oleh UE dinilai masih kurang mulai soal kualitas, kebersihan atau kesehatan dan persoalan lingkungan.
“Jika syarat-syarat dasar telah terpenuhi maka itu berarti ada masalah dengan pihak Eropa sehingga Indonesia dan Malaysia harus keberatan,” ujarnya kepada Antara.
Untuk persoalan lingkungan yang selama ini menjadi sasaran tembak LSM khususnya asing, pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk menanggulangi.
Luhut B Pandjaitan Menteri Koordinator Bidang Maritim mengaku pemerintah tidak akan membuat kebijakan yang akan merusak generasi yang akan datang.
Kalaupun saat ini masih ditemui beberapa praktik yang tidak sesuai, menurut dia, hal itu merupakan pelanggaran dari aturan yang berlaku di Indonesia dan pemerintah telah melakukan perketatan melalui “one map policy” (kebijakan satu peta).
“Saya kira yang perlu dilakukan untuk menghindari penolakan UE tersebut, cukup memenuhi secara konsekuen aturan-aturan main yang mereka tetapkan,” jelas Prof Marzuki DEA.
Ia menilai apa yang dilakukan UE merupakan sebuah kritik bagi pemerintah untuk lebih fokus memperbaiki tata kelola sawit.
“Saya kira perlu adanya pendekatan tertentu dari pihak kedutaan di masing-masing negara untuk mencari sebab musababnya dan mencari solusi terbaik,” lanjut dia.(ant/iss)