Tri Rismaharini Wali Kota Surabaya mengaku sempat mau menggelar demonstrasi menuntut ketersediaan bed rumah sakit untuk pasien Covid-19 warga kota Surabaya yang tidak tertampung. Rencana unjuk rasa itu batal setelah akhirnya RS Rujukan Covid-19 bersedia menambah ruangan untuk warga Surabaya.
“Kemarin sampek aku mau demo. Demo dewean aku. Akhirnya rumah sakit-rumah sakit itu ngasih beberapa tempat untuk warga Surabaya (dengan) nambah ruangan,” ujar Risma di Balai Kota Surabaya, Senin (20/4/2020).
Rencana protes Risma ini karena beberapa warga Surabaya yang semestinya dirawat di RS agar bisa memutus mata rantai penyebaran Covid-19, ternyata tidak tertampung dan terpaksa dirawat di rumah.
“Kita kan susah, katanya suruh motong mata rantai penularan. Gimana bisa motong kalau di rawat di rumah,” ujar Risma.
Dia mencontohkan salah satu kasus yang dialami warganya yang positif Covid-19 terpaksa dirawat di rumah. Seorang ibu yang harus merawat dua putrinya.
“Saya tanya bagaimana caranya ngerawat. Dia menjawab katanya diajari petugas Puskesmas. Dia pakai masker. Terus kita tambahi face shield untuk menutup mukanya. Selama 14 hari kita kasih face shield,” papar Risma.
Menurut Risma, kalau pasien yang seperti ini bisa dirawat di RS, paling tidak bisa memutus rantai penularan. Karena tidak kontak langsung dengan keluarga dan lingkungannya.
“Kalau itu bisa diputus dengan masuk rumah sakit, maka mungkin bisa putus. Tapi kan dia ngerawat sendiri,” katanya.
Namun, Risma menegaskan, seluruh kasus Covid-19 baik OTG, ODP, PDP, dan konfirmasi positif sudah dalam tracing Dinkes Surabaya. Semua yang meningkat statusnya menjadi positif itu sudah dalam pantauan ODP-PDP sebelumnya.
“Tapi kita sudah tracing orang-orang ini. Dalam pengawasan semua. Ada RT, RW, Lurah, Camat, Babinsa, dan Babinkamtibmas juga memantau,” katanya. (bid/rst)