Khofifah Indar Parawansa Gubernur Jatim beserta tiga kepala daerah yakni Surabaya, Gresik dan Sidoarjo telah bersepakat untuk mengajukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Jika PSBB jadi diterapkan, maka akan ada beberapa tempat yang boleh dan tidak boleh beroperasi, serta aturan perubahan jam operasional.
M. Atoillah Isvandiari dari Tim Kajian Epidemiologi FKM Unair menjelaskan, PSBB tidak membuat seluruh aktifitas berhenti total, namun ada yang tetap bisa beroperasi dengan beberapa catatan. Ini berbeda dengan lockdown, yang membatasi gerak masyarakat maksimal 500 meter.
Ia mengatakan, saat PSBB seluruh aktivitas perkantoran maupun pembelajaran di sekolah, dialihkan di rumah (work from home). Kecuali kantor pemerintahan BUMN, pelaku usaha di bidang kesehatan, penjual kebutuhan pokok, perusahaan/institusi di bidang kebencanaan dan komunikasi serta objek vital lain masih tetap berjalan.
Sedangkan kegiatan tentang organisasi kemasyarakatan seperti kegiataan keagamaan dan kebudayaan yang mengundang berkumpulnya warga dengan lebih dari 5 orang, juga akan dilarang.
“Penduduk dilarang melakukan kegiatan lebih dari 5 orang di tempat umum seperti tahlilan, arisan, pesta. Kalau mau ya kurang kurang dari itu (orangnya, red),” kata Atok kepada Radio Suara Surabaya, Minggu (19/4/2020) siang.
Untuk tempat yang memberikan layanan makanan dan minuman seperti warung kopi (warkop) atau rumah makan, dilarang untuk menyediakan makan/minum di tempat (dine in), tapi hanya boleh dibawa pulang (take away).
Begitu juga dengan tempat-tempat yang menjual bahan kebutuhan pokok seperti pasar dan minimarket, yang akan dibatasi jam operasionalnya.
Atok mengatakan, PSBB ini untuk menyeragamkan semua aturan di berbagai tempat, yang saat ini masih berbeda-beda.
“Karena sebelum PSBB, ada masjid yang protes, kenapa masjid tutup, pasar dibuka. Jadi ini agar seragam. Dengan PSBB nanti, semua kegiatan tersebut dilarang secara tegas, itu yang membedakan dengan kondisi saat ini (imbauan physical distancing),” tutur Atok.
Begitu juga dengan aturan moda transportasi, baik kendaraan pribadi maupun kendaraan umum akan dibatasi jumlah penumpangnya.
“Kalau di Jakarta sekarang, kendaraan satu motor hanya satu orang, tidak boleh berboncengan. Kalau mobil, misal seatnya tujuh, maksimal terisi empat dan samping pengemudi tidak boleh ada orang,” ujarnya.
Ia kembali mengingatkan masyarakat untuk disiplin melakukan pembatasan fisik (physical distancing). Terlebih kasus Covid-19 di Surabaya ini banyak usia muda yang terinfeksi. Menurutnya, jumlah kasus terinfeksi Covid-19 di Surabaya sebagian besar berusia 20-39 tahun. Namun jumlah kematian paling banyak dialami usia tua. Apalagi, banyak kasus pasien meninggal yang tergolong cepat.
“Artinya, yang sakit mereka yang mobile di luar, lalu membawa (virus) ke dalam (rumah). Akhirnya usia tuanya sedikit tapi fatalitasnya banyak. Ini unik di Surabaya. Kasus kematian juga tidak lama, baru 2-5 hari masuk rumah sakit dan meninggal,” imbuhnya.
Ia berharap, jika PSBB nantinya resmi diterapkan, pemerintah daerah dapat menerapkan pembatasan tersebut secara tegas. Karena jika tidak, masa pemulihan virus di suatu daerah akan semakin lama dan sulit diprediksi.
“Tinggal kebijakan dari kota bagaimana. Itu kami harapkan tegas, karena kalau masih banyak yang melanggar, akan jadi hukuman bagi tenaga medis dan mereka yang sudah disiplin stay at home (tetap di rumah). Karena sudah berminggu-minggu seperti ini, kalau masih ada yang tidak disiplin kasihan mereka yang disiplin sejak awal,” imbuhnya. (tin/ang)