Hasil Kajian Epidemiologi FKM Unair menyatakan Surabaya telah memenuhi syarat untuk dilakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Dr. Windhu Purnomo Tim Kajian Epidemiologi FKM Unair menegaskan, seluruh parameter yang digunakan mengikuti metode evaluasi epidemiologi yang diatur Permenkes tentang PSBB.
Mereka memperhatikan empat parameter, yaitu jumlah kasus, jumlah kematian, penyebaran penularan, dan kaitan epidemiologinya. Dr Windhu menambahkan, nilai (scoring) Surabaya mencapai angka 10 atau yang tertingggi dari skala evaluasi yang dibuat tim.
Bagaimana penilaiannya sehingga Surabaya mendapat angka tertinggi?
1. Jumlah Kasus
Penilaian pada jumlah kasus dibagi menjadi dua, yaitu penambahan kasus dan jumlah kasus itu sendiri.
Dr. Windhu menjelaskan, di Surabaya ada penambahan kasus dua kali lipat dalam empat periode berturut-turut. Skor untuk penilaian ini yaitu 1 poin.
“Surabaya itu sudah empat kali penambahan dua kali lipat. Empat kali itu Sejak akhir Maret, tanggal 20 itu dari 6 (kasus) menjadi 12. Dua kali. Kemudian 20 Maret ke 22 Maret hanya dua hari, naik lagi dua kali lipat jadi 29. Kemudian agak panjang, 3 April jadi 77. Dari 29 ke 77 udah lebih dari dua kali lipat. Penambahan terakhir tanggal 12 April, 77 jadi 180. Nah berarti sudah 4 periode atau doubling timenya sudah empat kali di Surabaya,” ujar Dr. Windhu kepada suarasurabaya.net, Minggu (19/4/2020).
Berikutnya, dilihat dari jumlah kasus yang terkonfirmasi PCR. Surabaya telah melebihi dari 1 kasus per 100 ribu penduduk. Skor untuk penilaian ini yaitu 2 poin.
“Nah kita Surabaya itu sudah 8,07 kasus per 100rb penduduk. Padahal dengan 1 (kasus) saja itu dua nambah skornya. Ini 8,07 atau 8 kali lipat,” katanya.
2. Jumlah Kematian
Penambahan jumlah kematian di Surabaya hampir selalu ada setiap hari. Padahal, penilaian berdasarkan permenkes adalah adanya penambahan kematian tiga periode berturut-turut. Skor untuk penilaian ini yaitu 1 poin.
Selain jumlah, juga dilihat dari sisi Case Fatality Rate (CFR). Jika melebihi 5 persen, maka skor akan ditambah 2 angka. Padahal, CFR di Surabaya mencapai 10 persen. Artinya, tiap 100 kasus, ada 10 yang meninggal dunia.
3. Penyebaran Penularan
Dr Windhu menjelaskan, jika dilihat dari kurva epidemiologinya, penyebaran penularan di Surabaya sudah meluas. Sehingga, ada penambahan 1 poin dalam skor evaluasi.
Selain itu jika ada transmisi dari wilayah luar Surabaya, ditambah lagi 2 poin. Jika sudah ada transmisi lokal antar penduduk di Surabaya, ditambah lagi 1 poin. Berdasarkan analisa contact tracing, transmisi-transmisi ini sudah ada.
Dari seluruh rincian penilaian tersebut, maka diperoleh angka 10 poin atau tertinggi. Menurut permenkes tentang PSBB, Surabaya sudah layak diajukan untuk diterapkan PSBB. Ia menjelaskan, semua data yang mereka olah dalam kajian epidemiologis ini, diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur.
Dari hasil kajian ini, Khofifah Indar Parawansa Gubernur Jatim akan memanggil tiga kepala daerah di Surabaya Raya, yaitu Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik untuk menindaklanjuti PSBB, hari ini, Minggu (19/4/2020) pukul 14.00 WIB. (bas/iss)