Jumat, 22 November 2024

Buku Biografi Cak Imin ADEMPOL Diluncurkan

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Muhaimin Iskandar (kiri) Ketua Umum DPP PKB dan Lukmanul Hakim (kanan) penulis saat di acara bedah buku dan launching buku ADEMPOL di Fraksi PKB DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan. Senin (15/4/2019). Foto: Faiz suarasurabaya.net

Bertempat di Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, sebuah buku yang menceritakan perjalanan hidup (biografi) mulai dari kehidupan agama, demokrasi dan politik (ADEMPOL) Muhaimin Iskandar atau yang akrab disapa Cak Imin Ketua Umum DPP PKB dibedah dan diluncurkan (launching).

Lukmanul Hakim penulis menceritakan kalau Cak Imin sejak kecil yang hidup di lingkungan Pesantren Mambaul Ma’arif, Denanyar, Jombang, Jawa Timur yang diasuh oleh Kiai Haji Bisri Syansuri pendiri NU.

Karena itu tidak heran jika Cak Imin akrab dengan istilah-istilah pesantren saat menjadi aktifvis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) di UGM Yogyakarta, hingga memimpin PKB, menjadi Menakertrans RI, Wakil Ketua MPR RI, dan jabatan spirititual sebagai Panglima Santri.

“Panglima Santri tentu sangat berat, karena membawahi 28.000 pesantren di bawah naungan NU,” kata Lukmanul, Senin (15/4/2019) .

Sementara Cak Imin mengaku saat terjun di politik diajak oleh KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dengan aktif di Forum Demokrasi (FORDEM) bentukan Gus Dur bersama kalangan intelektual di Jakarta. Selanjutnya pasca reformasi mendirikan PKB.

“Padahal sejak menjadi aktivis di kampus, saya anti partai politik Orde Baru. Tapi, ternyata partai politik itu tergantung orangnya. Kalau orangnya baik, maka akan baik,” kata dia.

Sebelumnya Cak Imin bercita-cita ingin menjadi penulis, namun dalam perjalanannya makin kurang bahkan tidak lagi memiliki banyak waktu untuk membaca. Sementara membaca itu menurut Cak Imin, sebagai modal dasar agar menjadi penulis yang baik dan berkualitas.

“Jadi, bersyukurlah bagi sahabat-sahabat yang masih memiliki banyak waktu untuk membaca,” tegasnya.

Keluarga besar KH. Bisri Syansuri sendiri memang merasa sangat kehilangan pesantren saat menjadi anggota DPR GR. Sebab, saat itu beliau tak lagi bisa aktif mengajar kitab, ceramah, dan meninggalkan jamaah.

“Itulah pahitnya berpolitik bagi santri, dan saya saat ini hanya melanjutkan politik keluarga,” pungkas Cak Imin.(faz/tin/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
27o
Kurs