Pemprov Jatim mengingatkan Pemkab/Pemkot yang belum maksimal menyiapkan ruang observasi (isolasi) di setiap desa/kelurahan untuk memutus mata rantai Covid-19 di tengah arus mudik lebih awal jelang Ramadan.
Dari 7.724 desa dan 777 kelurahan di Jatim, sudah ada 6.343 lokasi atau 74,5 persen yang sudah menyiapkan ruang observasi. Masih ada 2.158 desa/kelurahan (25,5 persen) yang belum punya ruang observasi.
Khofifah Indar Parawansa Gubernur Jatim mengapresiasi 10 pemerintah kabupaten/kota yang sudah 100 persen menyiapkan ruang observasi di seluruh desa/kelurahan yang ada di wilayahnya.
“Kami berterima kasih sudah ada yang 100 persen desa dan kelurahannya sudah punya ruang observasi. Ini adalah bukti langkah preventif yang cukup maksimal,” ujarnya di Grahadi, Jumat (17/4/2020).
Khofifah dalam konferensi pers Jumat malam menampilkan tabel perbandingan daerah yang sudah 100 persen punya ruang observasi di desa/kelurahan dengan yang masih di bawah 20 persen.
Surabaya termasuk dalam daftar kabupaten/kota dengan ketersediaan ruang observasi berbasis desa/kelurahan di bawah 20 persen bersama Kabupaten/Kota Malang, Kota Batu, Kota Blitar dan lainnya.
“Yang kurang dari 20 persen ini seperti di Kota Surabaya. Kami harap ada gotong-royong warga dan kelurahan, bisa balai kelurahan atau mungkin rumah yang cukup luas dijadikan ruang observasi,” ujarnya.
Khofifah mengatakan, langkah itu dia harapkan bisa segera dilakukan karena jumlah kasus positif Covid-19 di Surabaya sudah sangat mengkhawatirkan. Ada 250 kasuspositif Covid-19, 1.728 ODP, dan 669 PDP.
Ruang observasi berbasis desa/kelurahan itu menurut Khofifah sangat penting untuk mencegah semakin luasnya penularan. Tidak hanya untuk pemudik dari daerah episentrum tapi juga untuk ODP.
“Dari daerah episentrum itu misalnya dari Jabodetabek. Juga untuk PMI yang baru pulang kemarin, atau untuk mengobservasi ODP yang sudah terpetakan di daerah masing-masing,” kata Khofifah.
Data Pemprov Jatim, keberadaan ruang observasi ini akan menjadi langkah preventif untuk memutus mata rantai penularan Covid-19, karena ada 50.000 lebih pemudik yang masuk ke Jatim.
Khofifah meminta keseriusan daerah karena angka kasus Covid-19 di Jatim sudah mencapai 522 kasus dengan angka kematian mencapai 48 orang atau setara 9,2 persen.
Kusnadi Ketua DPRD Jatim menegaskan, pemkab/pemkot tidak mungkin menolak pemudik yang mudik lebih awal dari daerah perantauan menjelang Ramadhan dan Idul Fitri akibat wabah Covid-19.
“Dengan cara bagaimana kita menolak mereka? Apalagi kalau mereka di daerah perantauan yang mungkin daerah episentrum sudah tidak bisa bekerja dan tidak mendapat penghasilan,” ujarnya.
Dia juga menyoroti Kota Surabaya yang memiliki 154 kelurahan tapi baru memiliki 27 ruang observasi berbasis kelurahan (17,5 persen), padahal jumlah kasusnya merupakan yang terbanyak di Jatim.
“Surabaya mungkin bisa memakai balai kelurahan yang biasanya untuk kegiatan PAUD, atau bangunan SD, karena sekarang kan sedang libur. Bisa dimanfaatkan untuk ruang isolasi,” kata Kusnadi.
Dengan ditempatkan di balai kelurahan atau balai RW di kampung-kampung, orang-orang yang baru mudik yang harus diobservasi selama 14 hari setidaknya dekat dengan keluarganya, dengan teman-temannya.
Dia sadar, di beberapa lokasi ada warga yang menolak bangunan tertentu dijadikan tempat observasi. Namun menurutnya, itu hanya masalah pendekatan kepada warga di sekitar lokasi.
“Untuk melewati wabah Covid-19 ini memang butuh kepedulian bersama. Dengan adanya ruang observasi di kelurahan atau desa, setidaknya pemudik bisa dekat dengan keluarganya,” ujarnya.(den/tin/ipg)