“Pendapatan pajak termasuk migas turun Rp241,6 triliun atau 14,7 persen dari target. Kalau dibandingkan tahun lalu Rp247,7 triliun, mulai menunjukkan tren negatif 2,5 persen,” kata Sri Mulyani dalam jumpa pers virtual perkembangan APBN di Jakarta, dilansir Antara, Jumat (17/4/2020).
Sri Mulyani mengatakan, salah satu pemicu rendahnya penerimaan pajak dibandingkan periode sama tahun lalu adalah penerimaan dari Pajak Penghasilan (PPh) Nonmigas yang turun hingga tiga persen.
Penerimaan PPh Nonmigas hanya tercatat Rp137,5 triliun atau 15,8 persen dari target APBN dibandingkan realisasi periode akhir Maret 2019 sebesar Rp141,8 triliun atau 17,1 persen dari target APBN.
Turunnya PPh Nonmigas ini terjadi karena adanya relaksasi pembayaran PPh Orang Pribadi hingga April 2020 dan turunnya PPh Badan, karena berbagai perusahaan mulai mengalami adanya tekanan.
“PPh Nonmigas, terkontraksi tiga persen, memperlihatkan adanya tekanan pada kegiatan ekonomi, yang mulai terlihat di pajak perseorangan dan korporasi yang melakukan penyesuaian pembayaran masa,” ujar Sri Mulyani.
Meski demikian penerimaan pajak terbantu oleh membaiknya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang tumbuh 2,5 persen pada akhir Maret 2020 dibandingkan periode sama tahun lalu.
Realisasi penerimaan PPN tercatat sebesar Rp92 triliun atau 13,4 persen dari target APBN, dibandingkan akhir Maret 2019 sebesar Rp89,8 triliun atau 13,7 persen dari target APBN.
“Realisasi PPN ini angka yang menggambarkan kegiatan ekonomi yang menggeliat dan memperlihatkan adanya akselerasi pada Februari dan dibayarkan pada Maret,” ujar Sri Mulyani.
Sri Mulyani memastikan realisasi pajak ke depannya akan mengalami perubahan yang signifikan mulai April 2020 seiring dengan makin tingginya ketidakpastian dari Covid-19.
Selain itu, penghitungan pajak juga nantinya akan terpengaruh oleh pemberian stimulus pengurangan pajak kepada industri manufaktur yang terdampak wabah. (ant/ang/rst)