Pemerintah harus menyokong konsumsi masyarakat untuk menyelamatkan perekonomian Indonesia di tengah pandemi Covid-19.
Gigih Prihantono Pengamat Ekonomi Makro FEB Unair mengatakan, hal ini harus dilakukan sebab selama ini perekonomian indonesia sebanyak 70 persennya didorong oleh faktor konsumsi. Sedangkan, di tengah pandemi ini, konsumsi masyarakat terus turun.
“Sejak 10 tahun lalu, perekonomian kita di dorong oleh konsumsi. Pertumbuhan ekonomi kan ada empat, konsumsi, investasi, belanja pemerintah, ekspor atau perdagangan. Lah pertumbuhan ekonomi kita lebih banyak 70 persen konsumsi. Sehingga kena Covid-19 ini konsumsi masyarakat turun, kenapa turun, ya karena kita gak boleh keluar rumah. Gak bisa belanja,” ujar Gigih yang juga Konsultan Senior di Chaakra Consulting itu.
Sektor-sektor seperti perdagangan, perhotelan, pariwisata, dan sebagainya menjadi salah satu sektor yang paling diandalkan pertumbuhanya. Sektor-sektor ini dikatakan Gigih sangat rentan tergoncang dalam kondisi saat ini.
Ia mengatakan, ada dua cara untuk kembali konsumsi masyarakat. Pertama, melalui program Bantuan Langsung Tunai (BLT). BLT ini harus segera dilakukan dan ditujuka bagi masyarakat miskin di perkotaan.
“BLT, kalau kondisinya kayak gini, (dalam bentuk) uang. Bisa juga sembako. Tapi paling efektif uang. Kita kan maunya multilayer, ke warung-warung kecil, dan penguasaha retail, sebagainya,” jelasnya.
Kenapa masyarakat miskin kota? Hal ini untuk mencegah terjadinya eksodus besar-besaran masyarakat ke desa akibat hilangnya penghasilan dalam masa pandemi. Ia menjelaskan, jika banyak orang ke desa, konsumsi akan makin turun.
“Sasarannya paling pas ya masyarakat miskin di perkotaan. Termasuk yang di PHK di perkotaan. Karena takutnya kan mereka kembali ke desa. Kalau ke desa ya penurunannya (konsumsi) lebih besar juga,” kata Gigih.
Kedua, pemerintah juga bisa memakai cara yang dipraktekkan Tiongkok, yaitu memberi subsidi kepada sektor terdampak, seperti hotel dan pariwisata. Misalnya, dengan mengadakan rapid test di hotel atau menjadikan hotel sebagai tempat karantina ODP dan PDP. Melalui proyek-proyek pemerintah seperti ini, sektor ini bisa bangkit dan menjalankan operasionalnya.
Sebagai informasi, hingga awal April 2020, kurang lebih sudah ada 60 hotel di Jatim tutup dan 4000 karyawan terpaksa dirumahkan akibat pandemi Covid-19. (bas/tin/rst)