Pemilu serentak tahun ini untuk memilih anggota legislatif serta presiden dan wakilnya, menuai beragam kritik dari kalangan politisi peserta pemilu, juga masyarakat petugas Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS).
Wacana revisi Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu pun menjadi salah satu fokus yang akan dibahas Pemerintah dan DPR RI periode 2019-2024.
Pernyataan itu disampaikan Tjahjo Kumolo Menteri Dalam Negeri (Mendagri), tadi siang, Senin (22/4/2019), usai mengikuti rapat kabinet terbatas di Istana Kepresidenan Jakarta.
Menurut Tjahjo, di sisa masa pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, pihaknya tidak akan mendesak revisi UU Pemilu.
Nanti sesudah ada pengumuman resmi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait pemenang Pilpres dan Pileg 2019, pemerintah mendatang akan membahas evaluasi bersama DPR RI.
“Kami tidak ingin mendesak. Tapi nanti sesudah pengumuman resmi KPU, kemungkinan awal pemerintahan baru akan membahas (revisi) dengan DPR, dan juga dengan KPU,” ujarnya.
Lebih lanjut, Tjahjo menyebut Kemendagri sudah melakukan kajian atas Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menyangkut frasa keserentakan Pemilu Legislatif dan Pemilihan Presiden, apakah harus dilaksanakan pada hari, tanggal dan jam yang sama.
Kemudian, Kemendagri juga mengevaluasi lamanya masa kampanye Pilpres 2019 (5 bulan) yang dinilai justru menimbulkan dampak negatif di masyarakat.
Semua hasil kajian dan evaluasi Kemendagri, kata Tjahjo bertujuan untuk membangun sistem Pemilu yang demokratis, serta efektif dan efisien.
Sekadar diketahui, keputusan pelaksanaan Pemilu serentak berawal dari permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.
Sesudah melewati serangkaian persidangan, Kamis (23/1/2014), permohonan yang diajukan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Serentak dikabulkan sebagian oleh MK.
Salah satu pertimbangannya, MK melihat fakta pada Pemilu 2004 dan 2009, di mana calon presiden harus bernegosiasi dengan partai politik pascapemilihan legislatif, sehingga mempengaruhi roda pemerintahan.
MK menilai, tawar-menawar politik itu lebih banyak bersifat taktis dan sesaat, daripada strategis jangka panjang. (rid/tin/ipg)