Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menyiapkan skema pembatasan sosial skala besar. Tujuannya, agar pengendalian penyebaran Covid-19 di Surabaya lebih efektif.
M. Fikser Koordinator Protokol Komunikasi, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Surabaya mengatakan, pihaknya telah menyiapkan draft skema pembatasan sosial skala besar. Namun, sebelum resmi diterapkan, draft tersebut akan dibahas bersama-sama instansi terkait untuk menyamakan persepsi.
“Kita menyiapkan pembatasan sosial skala besar yang akan dilakukan oleh pemerintah kota ini. Secara draft kami sudah siapkan, namun mungkin besok atau lusa akan kita rapatkan dengan jajaran samping,” kata Fikser di Balai Kota Surabaya, Selasa (31/3/2020).
Kata Fikser, dalam draft pembatasan sosial skala besar itu juga mengatur pembatasan akses masuk ke Kota Surabaya.
“Tentunya kalau sudah skala besar pembatasan sosial, maka itu ada pembatasan akses transportasi. Artinya, akses keluar masuknya Surabaya itu akan dibatasi,” katanya.
Tak hanya mekanisme terkait pembatasan sosial skala besar, Fikser mengakui, pihaknya juga menyiapkan regulasi tentang pemberlakukan jam operasional bagi dunia usaha, seperti cafe, mal, hotel dan restoran. Selain itu, adapula larangan secara tegas yang mengatur kegiatan yang menimbulkan keramaian. Saat ini regulasi-regulasi tersebut, masih berupa draft dan akan dibahas secara bersama.
“Jadi untuk pembatasan sosial skala besar ini yang diatur lebih spesifik, apa saja yang tidak boleh. Tetapi karena draft ini kita sudah siap, namun nanti akan dirapatkan agar sosialisasi ini bisa berjalan dengan baik,” jelasnya.
Fikser menjelaskan, sebelumnya ada istilah karantina wilayah yang akan diterapkan di Surabaya. Namun, setelah dilakukan evaluasi, serta menindaklanjuti anjuran dari Pemerintah Pusat, sehingga kemudian pemkot berencana menerapkan pembatasan sosial skala besar itu.
“Kita coba membangun konsep yang ada di pemerintah kota (Surabaya) seperti apa. Makanya konsep ini harus dibahas bersama-sama, baru jika sudah oke, kita terapkan untuk sosialisasi ke masyarakat,” terangnya.
Menurut Fikser, sebenarnya saat ini sudah dilakukan simulasi di lapangan terkait pembatasan-pembatasan sosial tersebut. Terdapat 19 titik akses masuk ke Surabaya yang dilakukan pembatasan arus transportasi.
“Ini sudah kita mulai sosialisasi dari sekitar 3-4 hari yang lalu. Nanti pada saat proses pelaksanaannya lebih ketat. diharapkan sudah ada semacam (masyarakat) mengetahui itu,” paparnya.
Karena itu, pihaknya memastikan bakal segera melakukan rapat bersama instansi terkait untuk menyamakan persepsi penerapan regulasi baru itu. Karena yang memberlakukan regulasi ini nantinya tidak hanya Pemerintah Kota, tapi jajaran samping dan pihak-pihak terkait juga terlibat.
“Sehingga dalam persepsi yang sama, ketika ini dilakukan, diharapkan bisa berjalan dengan baik. Jadi kita mengikuti anjuran pemerintah pusat,” tegasnya.
Pembatasan sosial skala besar ini akan memberikan pengecualian bagi arus logistik, keperluan medis, dan orang yang bekerja di Surabaya.
“Logistik (tetap) masuk, terus proses (ekonomi) juga masih berjalan, hanya ada pembatasan sosial secara besar-besaran. Kalau ada orang datang hanya ingin menikmati Surabaya, mungkin sementara belum boleh. Tapi kalau dia datang, dia kerja di Surabaya, terbukti kalau dia punya kerja di situ maka tidak ada masalah,” jelas dia.
Maka dari itu, Fikser menyatakan, bahwa poin-poin regulasi ini perlu dibahas bersama-sama. Sehingga regulasi pembatasan sosial skala besar tersebut, ke depan tidak menimbulkan multitafsir yang dapat menimbulkan kegaduhan di masyarakat.
“Ini sekaligus (mengikuti) anjuran Pemerintah Pusat, bisa melakukan physical distancing secara ketat,” katanya. (bid/ipg)