Pemerintah pusat saat ini tengah menyiapkan rancangan aturan mengenai karantina wilayah atau lockdown akibat mewabahnya virus Corona COVID-19 , seperti yang disampaikan oleh Menkopolhukam.
Dalam Peraturan ini nantinya akan diatur kapan satu daerah boleh melakukan karantina atau lockdown, apa syaratnya, kemudian apa yang dilarang dilakukan dan bagaimana prosedurnya.
TB Hasanuddin anggota Komisi I DPR RI mengungkapkan, Indonesia rentan terkena krisis ekonomi bahkan bisa terjadi chaos jika kebijakan karantina lockdown tidak diorganisir dengan baik .
“Sektor ekonomi yang paling terpukul, kemungkinan terburuknya masyarakat bisa chaos, dan tidak hanya di Jakarta namun juga di luar Jakarta,” kata Hasanuddin, Sabtu (28/3/2020).
Politisi PDI Perjuangan ini menilai, meski pemerintah telah mengimbau untuk melakukan social distancing atau physical distancing namun masyarakat tidak disiplin bahkan terkesan menyepelekan ancaman penyebaran COVID-19. Tidak dapat dipungkiri bahwa masih banyak kelompok masyarakat yang belum memahami bahaya epidemi ini.
Padahal berdasarkan data BNPB per 27 Maret 2020, sudah 1046 orang positif terkena COVID-19 dan tersebar hampir di seluruh provinsi.
Hal ini menunjukkan bahwa masih belum optimalnya kinerja pemerintah pusat dan daerah. Oleh karena itu, Hasanuddin menyampaikan gagasan akan perlunya pelibatan prajurit TNI secara lebih aktif dalam menghentikan penyebaran COVID-19 dan menanggulangi dampak dari penyebarannya.
Menurut dia, TNI sebaiknya perlu dilibatkan sebagai bagian dari proses pengambilan keputusan dalam penanganan COVID-19, bukan hanya sebatas pelaksana kebijakan semata.
“TNI punya sumberdaya yang melimpah untuk dimobilisasi secara cepat dan tepat sasaran, namun tentunya perlu perencanaan yang matang dan koordinasi cepat antar wilayah. Dan organisasi TNI memiliki kemampuan (koordinasi cepat ) itu karena sistem komando militer yang tegas dan terorganisir,” kata Hasanuddin.
Artinya, TNI perlu menjadi salah satu aktor yang mengambil keputusan, agar proses penanganan COVID-19 dapat lebih responsif.
Menurut Hasanuddin, penanganan dan pencegahan COVID-19 sudah masuk pada tingkatan ancaman terhadap keselamatan negara, dan solusinya memerlukan kecepatan dan ketepatan bertindak sehingga militer sudah saatnya dilibatkan lebih depan.
Militer, kata dia, lebih terlatih dalam kondisi krisis termasuk bila ada hal-hal yang tak dikehendaki ketika dilakukan kebijakan lockdown atau karantina kesehatan lokal.
“Misalnya saat dilakukan karantina, seluruh lapisan masyarakat harus taat pada ketentuan yang berlaku secara mengikat, pendistribusian logistik pun harus tepat sasaran dan tepat waktu, dan pemeliharaan keamanan akan sangat tepat dipegang oleh TNI dan Polri.
Karena kalau tidak tertib, bisa terjadi kekacauan apalagi kondisi ekonomi semakin tidak menentu seperti saat ini.
Point inilah yang kami usulkan untuk masuk dalam Peraturan yang sedang dirumuskan oleh Pemerintah,” jelasnya.
Terkait dasar hukum pelibatan TNI dalam upaya penanganan COVID-19, Hasanuddin menegaskan bahwa TNI sudah memiliki mandat tugas OMSP ( Operasi Militer Selain Perang ) yang dapat saja di manfaatkan oleh Presiden untuk keselamatan bangsa dan negara tanpa harus memberlakukan darurat militer.
“Mungkin bisa saja atas intruksi Presiden, Pangdam menjadi Komandan Satuan Tugas antisipasi COVID-19 di tingkat Provinsi dan Danrem/Dandim untuk tingkat kabupaten dan kota, dengan dibantu oleh kepala daerah dan kepala kepolisian setempat. Intinya adalah Presiden harus mengoptimalkan semua sumber daya negara yang ada di tangannya untuk menangkal COVID-19,” tegasnya (faz/tin/ipg)