Jumat, 22 November 2024

Prosedur Penanganan Jenazah Terinfeksi COVID-19

Laporan oleh Agustina Suminar
Bagikan
Ilustrasi. Perawat mengenakan pakaian APD (Alat Pelindung Diri) baju hazmat (Hazardous Material) membawa pasien dalam pengawasan COVID-19 (Corona Virus Desease) menuju kamar isolasi khusus RSUD dr Iskak, Tulungagung, Jawa Timur, Jumat (13/3/2020). Foto : Antara

Ketakutan berlebihan saat ‘berhadapan’ dengan jenazah terinfeksi COVID-19, sebagian besar dikarenakan kurangnya pemahaman prosedur penanganan jenazah terinfeksi virus corona (COVID-19).

Dokter Abdul Aziz SpF Kepala Instalasi Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUD dr Soetomo Surabaya akhirnya menjelaskan Standar Operasional Prosedur (SOP) penanganan jenazah mulai dari rumah sakit hingga dikuburkan di pemakaman.

Ia mengatakan, saat pasien telah dinyatakan meninggal dunia, maka jenazahnya harus segera dipindahkan ke kamar jenazah. Petugas rumah sakit yang mengurus jenazah pun juga harus menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) lengkap untuk mengurangi risiko penularan.

Saat itu, keluarga masih dapat melihat jenazah. Asalkan, keluarga menggunakan APD lengkap saat jenazah belum dimasukkan ke kantong jenazah. Karena setelah dimasukkan, kantong sudah tidak diperbolehkan untuk dibuka lagi.

“Kalau sudah dimasukkan kantong jenazah, tidak boleh dibuka lagi. Keluarga bisa melihat, tapi sebelum dimasukkan kantong agar mengurangi risiko penyebaran virus ke anggota keluarga yang lain,” kata dr Abdul Aziz kepada Radio Suara Surabaya, Kamis (26/3/2020).

Bagi umat muslim, dr Aziz mengatakan keluarga pasien tidak perlu membawa kain kafan. Ini dikarenakan pihak sudah menyediakannya, sebelum jenazah kemudian dimasukkan kantong.

Kantong jenazah yang dipakai pun harus terjamin tidak tembus cairan.

Dokter Aziz juga mengatakan, jenazah terinfeksi COVID-19 tidak perlu dimandikan, seperti Fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ibadah dalam Situasi Terjadi Wabah COVID-19.

“Yang perlu dijelaskan, dalam Fatwa MUI ataupun edaran Kemenag, (jenazah) tidak dimandikan,” tambahnya.

Sebelumnya, Asrorun Niam Sholeh Sekretaris Komisi Fatwa MUI menyampaikan, bahwa shalat jenazah dapat diganti dengan shalat ghaib yang bisa dilaksanakan di rumah masing-masing.

Sedangkan untuk jenazah Kristiani, prosedurnya sama, yakni dimasukkan kantong jenazah baru dimasukkan peti. Langkah ini untuk mengantisipasi cairan agar tidak menembus langsung ke peti kayu.

Lama waktu jenazah berada di ruang jenazah maksimal adalah 4 jam. Selebihnya, jenazah sudah harus dimakamkan.

“Di kamar jenazah maksimal 4 jam dan harus segera dimakamkan. Tidak boleh mampir kemana-mana tapi langsung ke pemakamanan,” tegasnya.

dr Aziz menegaskan, proses pemakaman pun harus didampingi oleh petugas yang memahami prosedurnya pemakaman.

“Ketika dibawa ke makam harus ada petugas yang mendampingi, atau driver (mobil ambulans) yang punya pemahaman, yang akan memberi pengarahan ke petugas jenazah sampai masuk liang lahat,” katanya.

Menanggapi isu adanya penolakan warga terhadap pemakaman jenazah terinfeksi COVID-19, dr Aziz mengatakan, hal itu bukan lagi wewenang rumah sakit. Sehingga menurutnya, diperlukan koordinasi yang solid dengan berbagai pihak, agar jenazah segera dapat dimakamkan dengan lancar.

“Rumah sakit hanya merawat sampai ke mobil jenazah, selebihnya wewenang pemerintah. Artinya butuh koordinasi yang solid dengan pihak terkait, termasuk Dinas Kesehatan. Tempatnya (makam) juga disediakan agar tidak meresahkan masyarakat karena muncul ketakutan dengan jenazah,” tambahnya.

Selain itu, ia juga meminta masyarakat agar tidak panik jika menghadapi pasien atau jenazah yang terinfeksi COVID-19 dan malah mencari pengetahuan sebanyak-banyaknya agar bijaksana dalam bersikap.

“Sikap masyarakat pertama, tidak panik. Kedua, cari ilmunya. Ketiga, kalau harus dekat dengan mereka harus pakai APD. Lalu setelah pelaksanaan, segera desinfeksi dengan mandi keramas,” imbuhnya.(tin/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
27o
Kurs