Pemprov Jatim mengurangi jam kerja aparatur sipil negara (ASN) di lingkungannya menjadi hanya tiga jam berkaitan merebaknya virus SARS CoV-2 atau penyakit COVID-19 di Jawa Timur.
Khofifah menegaskan, saat ini jumlah kasus positif COVID-19 bertambah dua menjadi delapan kasus. Enam di antaranya hasil pemeriksaan spesimen di Unair, dua lainnya hasil pemeriksaan Balitbangkes Kementerian Kesehatan.
Dua juga mengatakan, bahwa salah satu dari pasien positif COVID-19 yang dirawat di RSUD Syaiful Anwar Malang dinyatakan meninggal. Artinya, ada satu kasus kematian akibat COVID-19 di Jatim.
Khofifah Indar Parawansa Gubernur Jawa Timur pun memutuskan, pengurangan jam kerja ASN di semua OPD di Pemprov Jatim akan diterapkan mulai besok, Kamis (19/3/2020), dengan membagi dua shift.
“Kami berlakukan kebijakan dua shift untuk ASN. Shift pertama pukul 08.00 WIB sampai pukul 11.30 WIB. Shift kedua pukul 12.00 WIB sampai pukul 15.00 WIB,” kata Khofifah di Grahadi, Rabu (18/3/2020).
Khusus ASN eselon II dan eselon III Pemprov Jatim, Khofifah memutuskan mereka tetap bekerja seperti biasa dengan menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang ada.
Terutama, berkaitan penyediaan tempat mencuci tangan dengan air mengalir dilengkapi sabun atau cairan pembersih tangan (hand sanitizer) yang bisa mereka jangkau.
“Eselon II dan eselon III kami harap tetap masuk, karena mereka akan jadi bagian dari motor upaya percepatan penanganan COVID-19,” ujarnya sembari meminta mereka tetap pro aktif.
BIla ASN di lingkungan Pemprov Jatim mengalami gejala COVID-19 seperti batuk, sesak napas, demam, dan flu, mereka diharapkan pro aktif mengakses layanan fasilitas kesehatan terdekat.
Saat ini, Pemprov Jatim bekerja sama dengan RSUD Dr Soetomo mulai men-tracing (melacak) riwayat kontak fisik pasien positif COVID-19 yang saat ini dirawat di sejumlah rumah sakit di Jatim.
Pemprov Jatim mengerahkan 30 orang tim reaksi cepat dari Dinas Kesehatan Jatim, 1.600 tim reaksi cepat dari Dinas Sosial Jatim, dan meminta bantuan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unair.
“Kami melakukan tracing supaya mereka yang masuk dalam daftar orang dengan risiko (ODR), karena sudah sempat kontak langsung dengan pasien positif COVID-19, agar segera kami lakukan isolasi,” katanya.
Dia tegaskan kepada masyarakat, isolasi yang dilakukan terhadap pasien positif COVID-19 maupun ODR yang pernah kontak dengan mereka bukanlah alienasi atau pengasingan.
“Kami tidak mengasingkan siapapun. Isolasi ini kami lakukan untuk memudahkan observasi terhadap pasien selama 14 hari masa inkubasi virus (SARS CoV-2),” katanya.(den/tin/rst)