Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada Senin (16/3/2020) menetapkan Fatwa tentang penyelenggaraan ibadah dalam situasi terjadi COVID-19. Fatwa ini memiliki ketentuan umum bahwa COVID-19 adalah Corona Virus Disease, yaitu sebuah penyakit menular disebabkan virus Corona pada tahun 2019.
MUI menekankan bahwa setiap orang wajib melakukan ikhtiar kesehatan dan menjauhi setiap hal yang diyakini dapat menimbulkan terpapar penyakit. Hal tersebut sesuai dengan tujuan pokok beragama yaitu Al-Dharuriyah al-Khams.
Asrorum Niam Sholeh Sekretaris Komisi Fatwa MUI Pusat mengatakan, kalau Fatwa MUI tentang ibadah ini menyatakan, orang yang sudah terpapar virus Corona, maka wajib menjaga dan mengisolasi diri agar tidak terjadi penularan kepada pihak lain. Mereka yang sudah terpapar Corona bisa mengganti Shalat Jumat dengan shalat Zuhur di kediamannya masing-masing.
“Karena shalat Jumat merupakan ibadah wajib yang melibatkan banyak orang sehingga berpeluang terjadinya penularan virus secara massal,” ujar Niam saat membacakan Fatwa tersebut di Gedung MUI Pusat, Senin (16/3/2020) sore.
“Bagi orang yang telah terpapar virus Corona, haram baginya melakukan aktivitas ibadah sunnah yang membuka peluang terjadinya penularan, seperti jamaah shalat lima waktu atau rawatib, shalat Tarawih dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan tabligh akbar,” jelasnya.
Sementara untuk orang yang belum diketahui secara pasti sudah terpapar COVID-19, kata dia, bila berada di kawasan yang potensi penularannya tinggi atau sangat tinggi menurut pihak berwenang, maka boleh meninggalkan shalat Jumat dan menggantikannya dengan shalat Zuhur di tempat kediamannya.
Orang yang berada di wilayah rawan tersebut juga dibolehkan meninggalkan jamaah shalat lima waktu/rawatib, Tarawih, dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya.
“Dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi penularannya rendah berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang, maka ia tetap wajib menjalankan kewajiban ibadah sebagaimana biasa dan wajib menjaga diri agar tidak terpapar virus Corona, seperti tidak kontak fisik langsung (bersalaman, berpelukan, cium tangan), membawa sajadah sendiri, dan sering membasuh tangan dengan sabun,” kata dia.
Sedangkan bila penyebaran COVID-19 ini sudah tidak terkendali di suatu kawasan tertentu, maka, menurut Niam, umat Islam tidak boleh menyelenggarakan shalat jumat di kawasan tersebut dan menggantinya dengan shalat Zuhur di tempat masing-masing sampai keadaan normal kembali.
“Juga tidak boleh menyelenggarakan aktifitas ibadah yang melibatkan orang banyak dan diyakini dapat menjadi media penyebaran COVID-19, seperti jamaah shalat lima waktu/ rawatib, shalat Tarawih dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan majelis taklim,” tegasnya.
Sementara untuk pengurusan jenazah terpapar COVID-19, lanjut Asrorun, MUI menetapkan bahwa memandikan dan mengkafani harus sesuai dengan protokol medis dan dilakukan oleh pihak yang berwenang dengan tetap memperhatikan ketentuan syariat. Dalam hal menshalatkan dan menguburkan, perlu dilakukan sebagaimana biasa dengan tetap menjaga agar tidak terpapar COVID-19.
MUI juga mengimbau agar Umat Islam semakin mendekatkan diri kepada Allah dengan memperbanyak ibadah, taubat, istighfar, dzikir, membaca Qunut Nazilah di setiap shalat fardhu, memperbanyak shalawat, memperbanyak sedekah, dan senantiasa berdoa kepada Allah SWT agar diberikan perlindungan dan keselamatan dari musibah dan marabahaya (doa daf’u al-bala’), khususnya dari wabah COVID-19.
Dalam Fatwa ini, menurut dia, MUI mengharamkan tindakan yang menimbulkan dan/atau menyebabkan kerugian publik seperti memborong dan menimbun bahan kebutuhan pokok dan menimbun masker.
Asrorun menjelaskan, MUI melalui fatwa ini merekomendasikan Pemerintah untuk wajib melakukan pembatasan super ketat terhadap keluar masuknya orang dan barang ke dan dari Indonesia kecuali petugas medis dan barang kebutuhan pokok serta kebutuhan emergency.
Kepada Umat Islam, MUI mewajibkan mendukung dan menaati kebijakan pemerintah yang melakukan isolasi dan pengobatan terhadap orang yang terpapar COVID-19, sehingga penyebaran virus tersebut dapat dicegah.
“Masyarakat hendaknya proporsional dalam menyikapi penyebaran COVID-19 dan orang yang terpapar COVID-19 sesuai kaidah kesehatan. Oleh karena itu masyarakat diharapkan menerima kembali orang yang dinyatakan negatif dan/atau dinyatakan sembuh,” pungkas Niam.(faz/ipg)