Tri Rismaharini Wali Kota Surabaya menegaskan, langkah pencegahan penyebaran COVID-19 hanya dengan imbauan penerapan protokol pencegahan, tidak sampai me-lockdown (mengisolasi) Surabaya.
“Saya tadi sampaikan, bahwa lockdown enggak akan. Makanya yang kita lakukan pencegahan ini membuat protokol. Soalnya ekonomi bisa collapse (runtuh), itu jauh lebih berat. Ya, kan tidak semua orang pendapatannya bulanan, ada yang harian, itu kan bahaya,” ujarnya setelah rapat koordinasi penanganan COVID-19 di Pemkot Surabaya, Senin (16/3/2020).
Salah satu pertimbangan Risma, karena tidak semua masyarakat Surabaya memiliki penghasilan bulanan. Ada yang mendapatkan penghasilan harian. Kalau lockdown diterapkan, mereka akan terdampak.
Opsi lockdown agar tidak diambil juga sempat disampaikan perwakilan Asosiasi Pengelola Pusat Belanja (APPBI) saat rapat koordinasi. Dia meminta Risma tidak sampai mengambil kebijakan menutup mal.
“Karena banyak karyawan yang menggantungkan hidupnya di Mal,” ujarnya.
APPBI memastikan, seluruh pengelola mal dan tempat belanja di Surabaya sudah menerapkan protokol pencegahan yang jelas. Salah satunya menyediakan hand sanitizer di berbagai tempat.
Tidak hanya itu, APPBI juga sudah meminta pengelola mal membatasi jumlah pengguna lift hanya enam orang. Termasuk membersihkan tempat-tempat yang berpotensi penularan secara berkala setiap harinya.
“Kafe dan restoran juga sudah melakukan hal sama. Saya kira pengelola mal dan pusat perbelanjaan siap menghadapi ini. Yang penting kita tidak panik,” ujarnya.
Risma sempat menyampaikan, dia sadar ada pembatasan tentang pertemuan yang melibatkan banyak orang. Tapi menurutnya pertemuan ini harus digelar agar setiap stakeholder menerapkan protokol.
“Dengan begitu, pencegahan ini menjadi lebih efektif dan penyebaran virus ini tidak sampai terjadi di Surabaya,” katanya.(den/tin/ipg)