Ahmad Imron Rozuli Dosen Sosiologi Universitas Brawijaya Malang mengatakan, masa ‘kepanikan’ masyarakat dalam merespon masuknya virus corona di Indonesia yang berdampak terjadinya panic buying, diperkirakan akan berlangsung sekitar sebulan.
“Gejolak ini mungkin sekitar satu bulan, seperti dua kali masa inkubasi. Karena (berkaca, red) dari China kemarin, mereka agak lama. Meskipun levelling mereka cuma di satu provinsi, Hubei, tapi hanya dengan waktu 1,5 bulan dapat diatasi semuanya,” kata Ahmad Imron kepada Radio Suara Surabaya, Kamis (5/3/2020).
Pernyataan ini merespon dari gejala di masyarakat beberapa hari terakir, yang menurutnya terlalu reaktif dalam merespon suatu peristiwa. Sehingga kekhawatiran dan ketakutan itu membuat mereka merasa dalam kondisi darurat, dan membeli persediaan makanan secara berlebihan.
Apalagi, selama ini masyarakat dilenakan dengan pernyataan-pernyataan yang menyebutkan Indonesia menjadi negara yang terbebas dari virus corona. Sehingga saat virus yang ditakutkan itu benar-benar terjadi, masyarakat menjadi kaget dan menimbulkan reaksi yang berlebihan.
“Selama ini kan di kita dikabarkan tidak ada (virus corona). Lalu tiba-tiba merebak semuanya. Ini yang menimbulkan goncangan di masyarakat. Seperti empon-empon, jahe, yang katanya bisa jadi penangkal, langsung naik harganya karena banyak dicari,” tambahnya.
Ahmad mengimbau, agar masyarakat tidak perlu khawatir sehingga sampai menimbun kebutuhan pokok atau kebutuhan yang lain secara berlebihan. Menurutnya, masyarakat Indonesia sudah memiliki modal solidaritas yang kuat. Solidaritas itulah yang harusnya menjadi pedoman untuk bersama-sama saling membantu dan mencari solusi untuk melindungi sesama.
“Pronsipnya sebenarnya solidaritas, ada modal sosial yang kuat sebenarnya di masyarakat. Itu akan menjadi salah satu sarana untuk menyikapi dan melewati masa-masa sulit,” ujarnya.(tin/ipg)