Awalnya sembunyi-sembunyi saat latihan, lalu sederet pretasi bahkan internasional diraih Nur Rahmi Hanifah mahasiswi Ilmu Komunikasi Untag. Kuncinya menyeimbangkan waktu.
Nur Rahmi Hanafiah adalah mahasiswi program studi Ilmu Komunikasi Untag (Universitas 17 Agustus 1945) Surabaya berhasil merebut peringkat Juara 1 Kategori Seni Tunggal Bersenjata Banyuwangi Championship Tingkat Internasional 2020.
Nur Rahmi Hanifah, mahasiswi yang juga anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Merpati Putih tersebut, kerap berhasil membawa pulang medali emas dan sederet penghargaan kejuaraan pribadi maupun untuk Untag Surabaya.
Penghargaan itu diantaranya Juara 2 Kategori Getaran Kejuaraan Nasional Merpati Putih Universitas Brawijaya tahun 2019, Juara 3 Seni Tunggal Bersenjata Malang Championship Tingkat Nasional tahun 2019 hingga Juara 1 Seni Tunggal Tangan Kosong Malang Championship Tingkat Nasional 2019.
Mahasiswi yang akrab disapa Rahmi ini mengaku baru menekuni seni bela diri saat memasuki perkuliahan, meskipun sejatinya sejak kecil sudah melihat dan tertarik seni beladiri.
“2016 baru aktif di UKM Merpati Putih, pas masih mahasiswa baru. Tapi tertarik pada dunia bela diri sejak masih kecil. Bareng sama kakak laki-laki suka nonton film silat. Jadinya suka diajak main-main bela diri gitu, dan akhirnya suka,” terang Rahmi.
Sebagai anak bungsu, Rahmi juga sedikit mengalami kendala dukungan dari orang tua. Rahmi mengaku bahwa dahulu sering sembunyi-sembunyi saat mengikuti latihan. “Dulu latihan sering sembunyi-sembunyi. Ibu yang biasanya khawatir, kalau Bapak yang terbaik buat anaknya saja,” kata Rahmi.
Saat ini, Rahmi mengaku telah mengantongi dukungan orang tua, meski Ibunya masih sering merasa cukup khawatir. Ditanya mengenai prestasi terbaru yang diraihnya, Rahmi mengaku tidak memasang target.
“Buat gelar juara tidak ada target. Mulai awal mengikuti latihan untuk kejuaraan yang ditanamkan ditiap atlet bukan dari hasilnya tapi prosesnya. Menikmati proses. Hasil atau juara adalah bonus,” ujar Rahmi.
Bagaimana dengan cidera saat latihan maupun saat mengikuti pertandingan, Rahmi mengaku sudah terbiasa dan menganggap bahwa hal itu bagian dari resiko yang harus diterima pada latihan ataupun pertandingan olah raga yang bisa disebut keras ini.
“Kalau cidera pernah, tapi nggak parah. Sudah resiko kita latihan silat pasti ada bekas-bekas usahanya. Justru itu yang melecut semangat untuk berlatih lebih baik lagi,” tegas Rahmi.
Rahmi saat ini memasuki perkuliahan di semester akhir, dan berkesempatan bekerja paruh waktu mengajar di sebuah sekolah SD di Kota Surabaya.
“Kuliah dan prestasi seperti ini memang butuh waktu dan harus bisa menyeimbangkan. Itu harus bisa dilakukan agar keduanya tidak terganggu. Karena kejuaraan-kejuaraan lainnya masih menunggu,” pungkas Rahmi, Rabu (4/3/2020).(tok/rst)