Seorang warga asal Sidoarjo mengaku mendapat penanganan kesehatan yang kurang memuaskan terkait virus corona setelah pulang dari perjalanan bisnis dan sosial dari sejumlah negara selama dua minggu kebelakang. Ia mengatakan, sepulang dari perjalanan, Senin (2/3/2020) kemarin, dirinya mengeluh sakit di jantung dan pernapasan.
Ia lalu memutuskan pergi ke RS Mitra Keluarga Surabaya sekitar pukul 24.00 WIB. Ia menceritakan, dirinya baru saja melakukan perjalanan di beberapa tempat, mulai dari Jakarta, Singapura, Malaysia, Batam, Bali, dan Jogjakarta.
“Kemarin itu saya aritmia, detak jantung tidak beraturan. saya di sana, lalu dipantau. Cuman kemarin itu juga saya agak susah bernapas dan batuk gitu. Saya cerita riwayat perjalanan saya. terus saya gak ngerasa demam sama sekali. Waktu itu dokternya periksa saya 37,5 derajat Celcius. Kan batas ambangnya 38 (derajat Celcius). Lalu tim rumah sakitnya bilang pasien khusus corona. Lalu mereka melakukan rontgen paru-paru. Gitu kurang lebihnya. Setelah mengira ada suspect itu, mereka koordinasi dengan dokter jantung dan dokter lain. Setelah scan paru-paru saya, mereka bilang suspect. Gitu. Suspect corona,” ujarnya pada suarasurabaya.net pada Selasa (3/3/2020).
Karena RS Mitra Keluarga Surabaya bukan termasuk rumah sakit yang ditunjuk sebagai rumah sakit rujukan utama maupun pendamping terkait virus corona, pihak rumah sakit kemudian menelepon RSUD Dr. Soetomo. Ia menjelaskan, pihak RSUD Dr. Soetomo mengarahkan agar mereka merujuk pasien ke RS Unair Surabaya.
“Dari (RSUD) Dr Soetomo diarahkan ke RS Unair. Setelah itu mereka mencoba hubungi RS Unair. Gak bisa-bisa. Sekitar 15 kali. Itu ada di berita acara yang mereka tuliskan ke saya. Pagi sekitar jam 3,” katanya.
Selain RS Unair, pihak RS Mitra Keluarga Surabaya juga sempat menghubungi beberapa rumah sakit lain yang masuk dalam daftar rumah sakit pendamping untuk virus corona yang dirilis oleh Dinas Kesehatan Jatim.
“Tapi sejumlah sebagian mereka menjawab, mereka belum ditunjuk dan belum tahu prosedurnya,” katanya.
Setelah tersambung dengan RS Unair, pihak RS Unair meminta pasien tersebut untuk pulang dan beristirahat di rumah untuk dirujuk ke RS Unair dua hari setelahnya. Warga Sidoarjo ini bingung dan menyayangkan hal tersebut.
“Yang saya sayangkan itu, kenapa saya harus menunggu dua hari lagi? Karena kan sudah dua minggu kalau dihitung-hitung (total perjalanan luar negerinya),” jelasnya.
“Yang buat saya gak masuk akal, saya sudah dua minggu, terus melepas saya pergi, tadi saya bilang, kalau gitu, dua hari lagi terserah saya dong mau ke sana atau gak. Terus terang saya ngerasa saya gak demam,” lanjutnya.
Menanggapi hal itu, Prof. Dr. Nasronudin, dr.,Sp.PD.,K-PTI. FINASIM Direktur Utama RS Unair mengatakan, observasi bagi pasien yang baru saja pulang dari negara yang memiliki kasus virus corona tidak harus di rumah sakit.
“Diduga corona itu bila barusan berdekatan atau baru pulang dari negara yang endemi corona. Kalau baru pulang dari daerah endemis, semestinya diobservasi selama 2 minggu. Observasi itu boleh di rumah sakit boleh di rumah,” katanya.
Meski begitu, ia mengatakan, memang ada baiknya pemeriksaan terhadap virus corona langsung dilakukan ketika ada keluhan. Ia mengakui, pengetahuan staf rumah sakit tidak sama terkait penanganan virus ini.
“Boleh di rumah sakit dan di rumah. Ada dua pilihan. Kalau saat itu langsung diperiksa coronanya, lebih bagus. Mungkin staf kami kurang kami ada yang kurang paham. Ya tim kami pengetahuannya tidak sama. Mungkin ada yang kurang. Kalau ketemunya saya sarankan langsung diperiksa,” jelas Prof. Nasronudin.
Pihaknya juga menegaskan, RS Unair menyatakan kesiapannya untuk menangani kasus virus corona. Rumah Sakit ini sendiri telah memiliki ruang observasi.
“Kita sudah siapkan ruang observasi. Sebanyak 16 tempat tidur. Dua untuk yang suspect. Ada 4 ruang isolasi yang betul-betul khusus standar internasional. Prinsip kita gak nolak,” jelasnya. (bas/ipg)