Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) akan segera memasang empat sensor seismograf (pendeteksi getaran gempa bumi) tambahan di sejumlah lokasi di Jawa Timur.
Empat seismograf tambahan di Jawa Timur itu antara lain akan dipasang di Malang, Ponorogo, Pamekasan, dan Sumenep. Tujuannya untuk mempercepat informasi tentang gempa bumi.
Dwikorita Karnawati Kepala BMKG saat berkunjung ke Gedung Negara Grahadi, Senin (24/2/2020) menjelaskan tujuan pemasangan tambahan alat itu. Ini adalah bagian dari program BMKG.
“Program BMKG itu untuk memberikan layanan informasi cuaca, iklim, gempa bumi serta tsunami. Layanan ini harus terus ditingkatkan, terutama kecepatan informasi, ketepatan dan akurasinya,” ujarnya.
Selama ini sudah ada 28 seismograf yang telah terpasang dan berfungsi di sejumlah daerah di Jawa Timur. Dengan penambahan empat sensor itu, total seismograf di Jatim menjadi 32 alat.
Semakin banyak alat yang terpasang, BMKG berharap, jaringan sensor getaran yang terdeteksi menjadi semakin rapat. Sehingga, informasi tentang getaran ini bisa disampaikan dengan lebih cepat.
Selama ini, kata Dwikorita dalam forum yang digelar Khofifah Indar Parawansa Gubernur Jatim di Grahadi, BMKG menargetkan informasi gempa ini sampai ke masyarakat dalam waktu lima menit.
Dengan adanya penambahan peralatan ini, BMKG menargetkan informasi tersampaikan dalam waktu kurang dari empat menit.
“Dengan semakin cepatnya informasi tersampaikan ke pihak terkait seperti BPBD, mereka bisa segera merespons dan bisa segera menentukan tindakan evakuasi yang dibutuhkan,” ujar Dwikorita.
Selain seismograf, BMKG juga menambah dua akselerograf, yakni alat pemantau percepatan pergeseran tanah yang menandakan terjadinya gempa, khusus di Kota Surabaya.
Penambahan akselerograf ini adalah permintaan dari Tri Rismaharini Wali Kota Surabaya. Dengan adanya dua tambahan alat baru, total akselerograf yang ada di Jatim menjadi 24 buah.
“Kami juga melakukan pemetaan mikrozonasi gempa bumi untuk mengetahui zona-zona mana, terutama di Surabaya, yang paling rentan mengalami getaran saat terjadi gempa bumi,” ujarnya.
Hasil pemetaan mikrozonasi ini, kata Kepala BMKG, dapat diterapkan untuk menyempurnakan rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) serta menyempurnakan standar bangunan tahan gempa bumi.(den/iss/ipg)