Kombes Pol Pitra Ratulangi Dirreskrimum Polda Jatim mengatakan, pemesan atau pengguna dokumen identitas palsu juga bisa dikenai hukuman berat. Ini menindaklanjuti kasus pemalsuan dokumen yang dilakukan tersangka AS warga Blitar.
Sebelumnya, polisi menjerat AS dengan Pasal 263 ayat 1 dan 2 juncto Pasal 93 dan 96 tentang pemalsuan surat atau dokumen. Dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara.
“Sama-sama berat hukumannya, baik pengguna dan pelaku pembuatan dokumen palsu. Ancaman hukumannya maksimal 10 tahun,” kata Pitra, Jumat (21/2/2020).
Untuk itu, Pitra mengingatkan agar masyarakat tidak menggunakan dokumen palsu. Pihaknya tidak segan akan menindak tegas sesuai hukum, apabila ditemukan masyarakat yang menggunakan dokumen palsu.
Pasalnya, bisnis pembuatan dokumen palsu yang sudah berjalan 1 tahun itu, memiliki ratusan pemesan dari berbagai daerah. Mulai Lampung, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Maluku.
“Pasti ketahuan kok, kalau pakai dokumen palsu. Sampai saat ini memang kami belum temukan siapa pemesannya. Tapi akan terus kami kembangkan. Untuk itu, masyarakat jangan sampai menggunakan dokumen palsu, karena hukumannya sama-sama berat,” tegasnya.
Sekedar diketahui, Polda Jatim menangkap seorang berinisial AS asal Blitar, yang merupakan pembuat dokumen identitas palsu berupa e-KTP, akta kelahiran, kartu keluarga, dan paspor untuk kepentingan Pilkada serentak 2020.
“Dia (tersangka) memasukkan dokumen dari level tingkat bawah dari desa dan kelurahan yaitu surat-surat mulai dari KK (kartu keluarga), akta kelahiran, KTP, keterangan domisili yang akan digunakan untuk kepentingan Pemilukada, Pilkades dan paspor,” ujar Irjen Pol Luki Hermawan Kapolda Jawa Timur, Senin (17/2/2020).
Luki mengatakan, penangkapan ini dilakukan karena ingin mengamankan jalannya Pilkada yang aman, jujur dan damai. Ke depan, pihaknya akan menggandeng Dispendukcapil, Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu agar proses berjalan dengan jujur.
“Kita ketahui bersama ada 270 Pilkada di seluruh Indonesia tidak menutup kemungkinan modus pemalsuan dokumen ini akan menjadi marak dan digunakan terutama untuk kepentingan nanti pencoblosan,” tutur Jenderal bintang dua itu, dilansir Antara. (ang/iss)