Sabtu, 23 November 2024

Matakin: Imlek Bukan Perayaan Budaya Etnis Tionghoa

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Budi Santoso Tanuwibowo Ketua Umum Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin). Foto: Farid suarasurabaya.net

Imlek yang setiap tahun dirayakan secara terbuka di Indonesia sejak era Presiden Abdurrahman Wahid, bukan perayaan budaya/tradisi masyarakat etnis Tionghoa.

Budi Santoso Tanuwibowo Ketua Umum Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin) menegaskan, Imlek adalah salah satu hari raya keagaamaan Khonghucu.

Imlek bagi Umat Khonghucu seperti halnya Nyepi dalam Agama Hindu, atau Natal yang dirayakan Katolik dan Kristiani, Waisak bagi penganut Budha, dan Idul Fitri hari raya Umat Islam.

Menurutnya, selama ini masyarakat Indonesia masih banyak yang salah kaprah mengenai perayaan Imlek.

Pemuka Agama Khonghucu itu menjelaskan, Imlek adalah tahun baru berdasarkan kalender peredaran bulan yang diciptakan Huang Di salah seorang nabi besar Khonghucu.

Kalender itu digunakan pertama kali oleh dinasti Xia yang didirikan Xia Yu juga seorang nabi besar Khonghucu, lalu digunakan lagi atas saran Nabi Kongzi, dan diputuskan oleh Kaisar Han Wu Di penganut agama Khonghucu.

Catatan sejarah tersebut, kata Budi, tertulis dalam Kitab Lun Yu salah satu Kitab Suci Agama Khonghucu.

Di sisi lain, kebudayaan etnis Tionghoa, menurut Budi, memang dipengaruhi ajaran Khonghucu.

Maka dari itu, masih banyak etnis Tionghoa yang merayakan Imlek sebagai tradisi atau kebiasaan turun-menurun, walaupun bukan penganut Agama Khonghucu.

Tapi, dalam lingkup kenegaraan, Budi menegaskan, yang menjadi dasar penetapan hari raya di Indonesia adalah agama.

Kalau Imlek adalah perayaan budaya etnis Tionghoa, maka ada perlakuan yang tidak adil, karena Khonghucu belum punya hari raya yang diakui negara.

“Bagi kami Umat Khonghucu, Imlek adalah agama. Tapi bagi masyarakat Tionghoa, itu bagian dari tradisi nenek moyang. Tapi, kalau sudah menyangkut kenegaraan, keterwakilan, negara harus hadir di perayaan keagamaan. Karena, Indonesia tidak mengenal hari raya etnis,” ujarnya kepada suarasurabaya.net, Sabtu (25/1/2020), di Kelenteng Kong Miau, Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur.

Budi yang menyangang gelar pendeta Agama Khonghucu menyebut, sangat berbahaya kalau etnis Tionghoa mendapat perlakuan khusus terkait Imlek.

Karena, etnis lain yang ada di Indonesia seperti Arab, India, Jawa dan Sunda bisa jadi menuntut hari raya nasional berdasarkan kebudayaan atau ajaran leluhurnya.

“Sangat berbahaya kalau etnis Tionghoa mendapat perlakuan khusus. Maka etnis lain seperti Arab, India, Jawa dan Sunda akan menuntut hari raya. Itu yang tidak boleh, karena semua dasar hari raya di Indonesia adalah agama. Kalau Imlek dianggap sebagai hari raya etnis Tionghoa, maka Khonghucu belum punya hari raya. Berarti ada perlakuan yang tidak adil dari negara,” tegasnya.

Sekadar informasi, Hari Raya Imlek tahun ini bertema Wibawa Kebajikan Menumbuhkan Takut Hormat, Gemilang Kebajikan Menumbuhkan.

Rencananya, Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia akan menyelenggarakan perayaan Imlek Nasional 2020, hari Minggu (2/2/2020), di Plenary Hall, Jakarta Convention Center, Jakarta Pusat.

Pemimpin beserta para penganut Agama Khonghucu di Indonesia berharap, Joko Widodo Presiden berkenan hadir dalam perayaan Imlek Nasional.(rid)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
28o
Kurs